Di antaranya, pelaksanaan program vaksin gotong royong masih bisa ditingkatkan peranannya dalam mempercepat pencapaian target vaksinasi nasional.
"Vaksinasi gotong royong kami lihat seharusnya masih bisa lebih cepat, karena swasta seharusnya lebih cepat geraknya dari pemerintah untuk bisa mengakselerasi cakupan vaksinasi ini," ucap Budi.
Baca Juga: Kemenkes: Vaksin Gotong Royong Tidak Hilangkan Hak Masyarakat untuk Vaksinasi Gratis
Lalu, program vaksinasi gotong royong tidak memiliki keterlibatan negara dari sisi anggaran atau tidak menggunakan APBN. Menurut Budi, anggaran vaksin gotong royong berasal dari BUMN dan perusahaan swasta.
Kemudian, biaya yang ditanggung oleh individu ataupun badan hukum yang mengikuti program vaksinasi gotong royong akan membantu meringankan beban APBN dalam menangani pandemi.
"Pada diskusinya waktu itu juga disampaikan, karena ini biaya ditanggung oleh individu, maka ini dapat meringankan beban APBN," ujar dia.
Pertimbangan lainnya, Budi menambahkan, vaksinasi gotong royong menjadi opsi bagi masyarakat dalam mendapatkan akses vaksin Covid-19.
Baca Juga: Kemenkes Sebut Vaksinasi Gotong Royong Tak Gunakan Vaksin Sinopharm Hasil Hibah Covax
Masyarakat bisa memilih untuk mendapatkan vaksin dengan cara berbayar atau gratis dari pemerintah.
Selain itu, Budi mengklaim, pelaksanaan vaksinasi gotong royong tidak akan berbenturan dengan program vaksinasi gratis pemerintah karena menggunakan jenis yang berbeda.
Vaksinasi gotong royong berbayar menggunakan Sinopharm dan Cansino. Sedangkan vaksinasi gratis menggunakan Sinovac, AstraZeneca, Novavax, dan Pfizer.
"Itu adalah landasan pemikiran pemerintah, sehingga akhirnya kami buka dan vaksinasi gotong royong yang lamban ini penetrasinya bisa naik, serta bisa menjadi pilar baru untuk bisa mempercepat vaksinasi kita," ujar Budi.
Baca Juga: Menkes Beberkan 3 Kriteria Orang Positif Covid-19 yang Harus Masuk Rumah Sakit
Adapun mengenai sasaran penerima vaksin berbayar, kata Budi, boleh siapa saja yang memang mau memilih untuk merogoh uang pribadi.
Selain itu, sasarannya lainnya adalah warga negara asing (WNA) yang bekerja di Indonesia.
"Ini terbuka untuk mereka (WNA) dan progam vaksin ini hanya di faskes yang tidak duplikat dengan layanan vaksin progam (pemerintah), serta beban atau harganya pun kami atur berapa maksimalnya," kata Budi.
Baca Juga: Komisi IX Desak Menkes Persiapkan Skenario Terburuk Lonjakan Kasus Covid-19 di Luar Pulau Jawa
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.