JAKARTA, KOMPAS.TV - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) angkat bicara terkait sanksi yang diberikan oleh Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) terhadap dua penyidik yang menangani kasus korupsi bantuan sosial (bansos).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, sanksi yang dijatuhi kepada kedua penyidik KPK merupakan bentuk ketidakadilan.
Baca Juga: Jaksa Ungkap Peran Azis Syamsudin dalam Kasus Suap Wali Kota Tanjungbalai kepada Penyidik KPK
"Saya merasakan ketidakadilan. Kalau penyidik, itu 'kan dalam rangka menggali keterangan terhadap saksi yang diduga tidak kooperatif, kemudian melakukan sedikit improvisasi dan itu hal biasa," kata Boyamindi Jakarta, Selasa (13/7/2021).
Boyamin menilai, improvisasi yang dilakukan dua penyidik KPK itu masih dapat ditoleransi. Alih-alih dikenai sanksi, justru seharusnya kedua penyidik itu diberikan apresiasi karena karena upayanya memberantas korupsi.
"Itu masih batasan yang ditoleransi untuk melakukan improvisasi seperti itu dan mestinya itu justru malah mendapatkan apresiasi karena dia sangat betul-betul memberantas korupsi dengan maksimal," ujarnya.
"Kalau dia orang yang tidak maksimal, ya, sederhana saja normatif pertanyaannya, jawabannya apa, tidak dikejar, kemudian tidak ketemu."
Baca Juga: Respons Penyidik KPK yang Diputus Melanggar Kode Etik dalam Kasus Bansos: Ini Serangan Balik
Boyamin menambahkan, hal itu akan menjadi lain ceritanya jika penyidik KPK melakukan kekerasan fisik terhadap saksi. Jika terjadi demikian, maka hal tersebut tidak bisa ditoleransi.
"Kecuali kalau mukul itu baru atau dalam bentuk melecehkan secara pribadi itu baru. Jadi, kalau hanya ungkapan-ungkapan, letupan-letupan karena saksinya tidak kooperatif," ucapnya.
"Kemudian timbul suatu ungkapan-ungkapan, celetukan-celutukan sepertinya itu masih dalam toleransi yang masih bisa dimaklumi."
Boyamin lantas membandingkan dengan putusan pelanggaran etik terhadap Ketua KPK Firli Bahuri karena bergaya hidup mewah dengan menggunakan helikopter.
Dalam putusannya, Dewas KPK menyatakan Firli terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis 2.
Baca Juga: Hukuman 2 Penyidik KPK yang Langgar Kode Etik dalam Kasus Bansos, dari Teguran Hingga Potong Gaji
Sementara dua penyidik KPK, sampai dikenai pemotongan gaji 10 persen. Menurutnya, jelas kalau dibandingkan dengan putusan Firli sangat tidak adil.
"Pak Firli jelas pada posisi apa pun bergaya hidup mewah itu sudah meruntuhkan melebihi dari sekadar penyidik yang meletupkan improvisasinya," tuturnya.
"Itu 'kan bergaya hidup mewah 'kan bisa meruntuhkan moral pegawai KPK, bisa menjadikan contoh buruk bagi pegawai KPK dan juga yang terutama meruntuhkan kepercayaan masyarakat."
Sebelumnya, Majelis Etik terdiri atas Harjono, Syamsuddin Haris, dan Albertina Ho menjatuhkan hukuman sedang dan ringan kepada kedua penyidik KPK yang dianggap melakukan pelanggaran etik.
Baca Juga: KPK Periksa Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Rumah DP 0 Rupiah
Pelanggaran etik berupa perundungan itu dilakukan saat penggeledahan di rumah Yogas pada 12 Januari 2021 dan pemeriksaan di Gedung KPK pada 13 Januari 2021.
"Para pemeriksa duduk dengan mengangkat kaki, menunjuk-nunjuk saksi Agustri Yogasmara, menunjuk pelipis kepalanya sendiri sambil mengucapkan kata-kata 'mikirrrrr'," kata Harjono.
"Lalu, (penyidik) memegang mobil-mobilan dan menunjukkan kepada saksi Agustri Yogasmara sambil mengucapkan kata-kata 'sini mulutmu gue masukin ini...' pada tanggal 12 Januari 2021 dan seolah-olah akan melemparkan sesuatu kepada saksi Agustri Yogasmara pada saat pemeriksaan berlangsung."
Selain itu, pemeriksaan pada 13 Januari 2021, Yogas juga dikonfrontasi dengan saksi Harry van Sidabukke dengan diminta untuk meletakkan tangan di atas Alquran.
Baca Juga: Terbukti Lakukan Perundungan Terhadap Saksi, Dua Penyidik KPK Terima Sanksi dari Majelis Etik
"Hal itu juga merupakan sikap yang tidak patut dan tidak pantas dilakukan oleh seorang penyidik dalam melaksanakan tugas," ucap Haris.
Karena dugaan pelanggaran itulah, Dewas KPK memutus dua penyidik bernama Mochamad Praswad Nugraha dan Muhammad Nor Prayoga melanggar kode etik karena melakukan perundungan atau pelecehan kepada Agustri Yogasmara alias Yogas.
Yogas diketahui merupakan saksi dalam kasus dugaan penerimaan suap kepada mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dari perusahaan penyedia bansos Covid-19.
Untuk penyidik Praswad, diberikan sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama 6 bulan.
Sedangkan Nor Prayoga disanksi ringan berupa teguran tertulis 1 dengan masa berlaku hukuman selama 3 bulan. (Ant)
Baca Juga: Merundung Saksi Kasus Bansos, 2 Penyidik KPK Dikenai Sanksi Lebih Berat
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.