JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah Pusat memperjelas aturan sektor esensial dan kritikal yang dapat beroperasi selama penerapan PPKM Darurat.
Bagi perusahaan yang melanggar aturan PPKM Darurat, maka terancam sanksi pencabutan izin usaha.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, membeberkan ada sejumlah penyesuaian aturan PPKM Darurat terkait pelaksanaan Work From Office (WFO) dan Work From Home (WFH).
“Kami melakukan beberapa penyesuaian, mencermati masukan dan memantau di lapangan agar pengaturan lebih efisien," kata Menko Luhut dalam rapat virtual pada Rabu (07/07/2021).
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Bakal Cabut Izin Usaha Jika Perusahaan Pecat Pelapor Pelanggaran PPKM Darurat
Menko Luhut mengusulkan, sektor kritikal dalam aturan PPKM Darurat itu mencakup 11 bidang ekonomi, yaitu:
a. Kesehatan
b. Keamanan dan ketertiban masyarakat
c. Energi
d. Logistik, transportasi, dan distribusi terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat
e. Makanan dan Minuman dan penunjangnya, termasuk untuk ternak/hewan peliharaan
f. Petrokimia
g. Semen dan bahan bangunan
h. Objek Vital Nasional
i. Proyek Strategis Nasional
j. Konstruksi
k. Utilitas dasar (listrik, air, pengelolaan sampah)
Luhut menambahkan, sektor kesehatan, keamanan dan ketertiban dapat beroperasi 100 persen.
Sementara, sektor kritikal lainnya dapat beroperasi 100 persen pada fasilitas produksi, konstruksi, atau pelayanan.
Meski begitu, aktivitas perkantoran sektor kritikal tetap terbatas hingga maksimal 25 persen.
Baca Juga: Paksa Karyawan Masuk Saat PPKM Darurat, Polda Metro Jaya Tangkap Direktur Perusahaan
Lalu, Menko Luhut juga mengusulkan jenis bidang usaha yang termasuk dalam sektor esensial, yaitu:
a. Keuangan dan perbankan hanya meliputi asuransi, bank, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan.
b. Pasar modal.
c. Teknologi informasi dan komunikasi meliputi operator seluler, data center, internet, pos, media terkait dengan penyebaran informasi kepada masyarakat.
d. Perhotelan non penanganan karantina.
e. Industri orientasi ekspor di mana pihak perusahaan harus menunjukkan bukti contoh dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) selama 12 bulan terakhir atau dokumen lain yang menunjukkan rencana ekspor dan wajib memiliki IOMKI (Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri).
Menko Luhut menjelaskan, seluruh sektor esensial itu, kecuali industri ekspor dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen.
Untuk industri ekspor, pengaturannya dibagi dua. Aktivitas di fasilitas produksi atau pabrik dapat beroperasi maksimal staf.
Namun, wilayah perkantoran industri orientasi ekspor hanya boleh beroperasi maksimal 10 persen staf.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menambahkan, perusahaan baru boleh beroperasi selama PPKM Darurat bila mengantongi IOMKI (Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri).
"Kalau ada yang melanggar, akan kami cabut izinnya," ujar Menteri Agus.
Baca Juga: Polda Metro Jaya: 103 Perusahaan Non-esensial di DKI Disegel karena Langgar Aturan PPKM Darurat
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta juga menyampaikan sanksi serupa bagi perusahaan pelanggar aturan PPKM Darurat.
"Kami perlu ingatkan semua bahwa pemerintah memiliki kewenangan, bukan hanya menutup tapi sampai cabut izin usaha," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Rapat Forkopimda DKI Jakarta Senin (5/7/2021) malam.
"Karena itu, apabila tetap melakukan pelanggaran maka ditutup sementara dan bisa dicabut izin usahanya."
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.