Sebelum nantinya disahkan, Eddy menyatakan perubahan yang dilakukan sudah sesuai dengan masukan dari koalisi masyarakat sipil.
Baca Juga: Pengamat: Ada 4 Pasal di RKUHP yang Berpotensi Melahirkan Kesewenang-wenangan
Diberitakan sebelumnya, RKUHP batal disahkan lantaran sempat mendapat banyak penolakan dari masyarakat pada 2019 lalu.
Kini, RKUHP kembali muncul ke permukaan pada 2021 dan dapat diakses oleh publik.
Kehadiran draf tersebut membuat sejumlah pihak masih menyoroti pasal-pasal yang dianggap kontroversial.
Termasuk salah satunya mengenai pasal penghinaan terhadap presiden.
Pada persoalan itu, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menanggapi bahwa pasal penghinaan presiden tersebut dalam RKUHP bersifat delik aduan.
Artinya, hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana.
Selain itu, draf RKUHP juga menjelaskan bahwa kritik terhadap pemerintah tidak dapat dikenakan hukuman pidana.
Dilansir dari draf RKUHP versi 15 September 2019, pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam RKUHP.
Pasal tersebut berbunyi, penghinaan lewat media sosial akan dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 6 bulan. Jika penghinaan terhadap martabat presiden dan wakil presiden, hukuman pidana maksimalnya 3,5 tahun penjara.
Baca Juga: Wamenkumham: Sebagus Apapun UU, Tetap Bisa Multitafsir - ROSI
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.