Kenapa hal tersebut bisa terjadi, Arya menjelaskan, karena Ditjen Imigrasi baru menggunakan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) pada tahun 2009.
Sehingga, pada 2008, secara leluasa Adelin dapat mengajukan paspor dengan menggunakan identitas Hendro Leonardi dan tidak terdeteksi.
"Sebelum tahun 2009, data pemohon paspor hanya tersimpan secara manual di server kantor imigrasi setempat dan tidak terekam di Pusat Data Keimigrasian," jelas Arya.
Meski begitu, Arya menegaskan bahwa seluruh persyaratan permohonan paspor dan mekanisme penerbitan paspor telah melalui ketentuan yang berlaku.
Mulai dari penyerahan berkas persyaratan, pemeriksaan berkas, wawancara, hingga pengambilan sidik jari dan foto.
Baca Juga: Jaksa Agung Burhanuddin Apresiasi Dukungan Otoritas Singapura dalam Pemulangan Adelin Lis
"Yang bersangkutan juga telah melampirkan serta menunjukkan dokumen yang menjadi syarat permohonan (paspor) kepada petugas, baik yang asli maupun fotokopi, seperti KTP, Surat Bukti Perekaman KTP Elektonik, KK, Akte Lahir, dan surat pernyataan ganti nama," kata Arya.
Oleh karena itu, saat ini Arya tengah berkoordinasi dengan Ditjen Dukcapil untuk melakukan pendalaman terkait keabsahan data diri atas nama Hendro Leonardi.
"Jika terbukti telah terjadi pemalsuan data untuk memperoleh paspor, maka Adelin Lis dapat dikenakan Pidana Keimigrasian Pasal 126 UU No.6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian," imbuhnya.
Sebagai informasi, Adelin merupakan pemilik PT Mujur Timber Group dan PT Keang Nam Development Indonesia yang menjadi terpidana dalam kasus pembalakan liar di hutan Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Mahkamah Agung pun memidana Adelin dengan hukuman 10 tahun penjara, uang pengganti Rp 119,8 miliar, dan dana reboisasi USD 2,938 juta, namun Adelin kemudian menjadi buron sejak 2007.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.