JAKARTA, KOMPAS.TV- Pandemi Covid-19 berdampak terhadap ketahanan keluarga. Banyak pasangan suami isteri yang memilih bercerai, salah satunya karena faktor ekonomi, pertengkaran yang terus menerus dan kekerasan dalam rumah tangga.
Tingginya angka perceraian selama wabah ini membuat beberapa mahasiswa membuat penelitian dan menuangkannya dalam skripsi.
Mutmainatun Ulfaniatri Magfiroh, misalnya. Lulusan program studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Salatiga (IAIN) ini, membuat skripsi berjudul "Tingkat Perceraian Pada Masa Pandemi Covid-19 di Pengadilan Agama Salatiga" pada tahun 2020 lalu.
salah satu kesimpulan dalam skripsinya adalah, "Selama masa pandemi Covid 19 di Pengadilan Agama Salatiga kasus perceraian mengalami peningkatan jika dilihat dari jumlah perkara yang
masuk. Tetapi dibandingkan dengan tahun 2019 kemarin, tahun 2020 ini jumlahnya lebih sedikit. Tahun 2019 kasus perceraian peningkatannya lebih banyak."
Baca Juga: Beredar Foto Antrean Sidang Cerai Aa Gym dan Teh Ninih di Pengadilan Agama Bandung
Untuk faktor ekonomi bisa dikatakan tinggi karena jumlahnya mencapai 150. Faktor ini juga dikatakan faktor yang mendominasi terjadinya peningkatan kasus perceraian yang terjadi
walaupun tidak menjadi faktor utama. "Tetapi faktor ini tetap menjadi faktor yang dominan," tulis Mutmaimatun.
Menurut perempuan kelahiran Kebumen, Jawa Tengah tahun 1998 ini, awalnya dia tidak akan menulis soal itu. "Judul itu rekomendasi dari dosen saya. Terus saya teliti deh. Setelah saya teliti jadi menarik," kata Mutmainatun kepada KOMPAS TV, Minggu (13/6/2021).
Meski diakui masih banyak kekurangan karena waktu yang mepet, namun dia cukup bangga dengan hasil akhirnya. "Alhamdulilah dapat nilai AB," ujarnya.
Tema perceraian selama pandemi juga diangkat oleh Nela Firdayati, yang baru selesai pada Mei lalu dari Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Skripsinya berjudul, "Analisis Perceraian Di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Di Pengadilan Agama Kelas 1 A Jambi).
Dalam kesimpulan skripsinya disebutkan, kasus perceraian di Pengadilan Agama Kota Jambi Kelas 1 A cukup tinggi, terlihat bahwa pada tahun 2019 ada 1109 perkara peceraian di Pengadilan Agama Kota Jambi, sedangkan pada tahun 2020 saat terjadinya pandemi ada 943 perkara perceraian, dalam
artian bahwasanya tingakt percerai tidak begitu jauh bedanya saat terjadinya pandemi, walau prosedur yang berbeda dari sebelumnya dan juga proses persidangan juga berbeda.
Baca Juga: Tak Jelas Tinggal Dimana, Eryck Amaral Dipanggil Lewat Radio Jalani Sidang Cerai dengan Aura Kasih
Hal ini, kata Nela, tidaklah menutup kemungkinan masyarakat yang ingin melakukan perceraian. Dari hasil tabel rincian perkara yang masuk pada saat pandemi perceraian banyak diajukan oleh istri yang disebut sebagai (Cerai Gugat).
"Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Jambi menyebutkan perceraian terjadi karena perekonomian yang mencekik saat pandemi, sehingga terus menerus rumah tangga terjadi perselisihan dan mengakibatkan perceraian," demikian kesimpulan Nela.
Adapun faktor atau alasan para pihak yang mengajuakan perkara peceraian, ada beberapa faktor, yang paling dominan adalah faktor karena terjadinya perselisihan terus menerus, faktor ekonomi, dan aja juga beberapa faktor lainnya seperti, meninggalkan salah satu pihak, KDRT, dan faktor
karena di hukum penjara, dari semua faktor ini semua berawal dari kurangnya
kebutuhan perekonomian
Nela mengaku dari awal memang sudah akan menulis tentang tema perceraian selama pandemi. Namun dia mengaku masih kurang detil. "Hasilnya B+ karena kurang detail," ujar Nela, yang juga juara I tilawatil Quran Kabupaten dan Provinsi Jambi (2011 dan 2012) ini.
Sedangkan Nur Asri Aini dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang mengangkat judul skripsi, "Faktor penyebab perceraian di pengadilan agama Makassar pada masa pandemi Covid-19 Bulan Maret-Agustus 2020."
Salah satu kesimpulan dari skripsi Nur adalah "Penyebab tertinggi perceraian di Pengadilan Agama Makassar karena pertengkartan terus menerus, sebanyak 63 persen atau 459 kasus dari total 722 kasus".
Nur sengaja mengangkat topik perceraian di masa pandemi, karena melihat banyaknya kasus perceraian di sejumlah pengadilan agama.
"Kemarin itu kami melihat sebuah fenomena di beberapa pengadilan Agama di Indonesia. Tingkat perceraian melonjak naik. Sehingga menarik untuk melihat apakah terdapat korelasi antara pandemi dengan perceraian, khususnya di Pengadilan Agama Makassar," kata Nur yang mengambil program studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah.
Dalam kesimpulannya, Nur memaparkan bahwa sebelum dan semasa pandemi tidak ada perbedaan signifikan faktor penyebab perceraian. "Tapi terdapat beberapa perkara perceraian yang terdampak pandemi, yakni disebabkan karena PHK yang terjadi secara massif," tulis perempuan kelahiran Makassar ini.
Atas skripsinya, Nur mendapatkan nilai terbaik, A.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.