JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menolak panggilan dari Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Selasa (8/6/2021).
Pemanggilan tersebut menyusul adanya laporan dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Menanggapi itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan bahwa sudah seharusnya Firli dkk memenuhi panggilan Komnas HAM.
Jika pemanggilan itu masih juga tak diindahkan, Komnas HAM harus meminta pengadilan melakukan panggilan paksa kepada pimpinan KPK.
"Panggilan paksa itu polisi yang melakukannya atas perintah pengadilan. Komnas HAM sesuai dengan perintah undang-undang harus melakukan itu," kata Feri dikutip dari Kompas.com, Rabu (9/6/2021).
Baca Juga: Layangkan Surat Pemanggilan Kedua, Komnas HAM Minta Pimpinan KPK Kooperatif
Dianggap Melawan Hukum
Feri menilai, ketidakhadiran Firli untuk memenuhi panggilan Komnas HAM mengindikasikan upaya perlawanan terhadap hukum.
Langkah itu bisa disebut sebagai tindakan tercela.
Sebagaimana bunyi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, pimpinan lembaga antirasuah yang melakukan tindakan tercela sangat mungkin diberhentikan dari jabatannya.
Pasal 32 Ayat (1) huruf c menyebutkan bahwa pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena melakukan perbuatan tercela.
"Proses perlawanan terhadap hukum itu bisa saja dalam konteks lembaga seperti KPK merupakan perbuatan tercela. Di dalam UU KPK melakukan perbuatan tercela karena dia pimpinan dapat menjadi alasan pemberhentiannya," ujar Feri.
Menurut Feri, sikap yang ditunjukkan pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai KPK jelas merupakan pelanggaran hukum terbuka.
Ia menyebut hal itu sebagai pencemaran institusi hukum.
Feri khawatir bahwa proses ini akan melemahkan integritas para pemberantas korupsi.
"Bagi saya, ini betul-betul proses pelanggaran hukum yang sudah sangat terbuka dan tidak malu-malu lagi. Ini akan menyebabkan penegak hukum, terutama yang ada di KPK, mudah dirusak karena pimpinan tidak memberikan suri tauladan," katanya.
Baca Juga: Anggota Komisi III: Tak Ada Alasan Ketua KPK Tak Hadir Pemanggilan Komnas HAM
Pelanggaran HAM Berat
Hal senada juga dikatakan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Dia menegaskan bahwa Komnas HAM bisa memanggil paksa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Usman menduga adanya pelanggaran HAM berat dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk para pegawai KPK.
Ia menuturkan Komnas HAM bisa mengacu pada Pasal 89 Huruf h Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, yang dimaksud dengan "pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik khususnya terkait hak-hak ketenagakerjaan para pegawai KPK," ujar Usman dalam konferensi pers virtual tentang Menyikapi Situasi KPK, Selasa (8/6/2021).
Usman berpandangan pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK bisa dilihat dari "pelanggaran hak asasi manusia yang berat" sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 94 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Karena jelas merupakan praktik diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination)," ucap Usman.
Menurut Usman, Komnas HAM harus memanggil paksa jika pimpinan KPK menolak hadir setelah dipanggil.
Hal itu bisa dilakukan dengan berdasarkan Pasal 89 ayat (3) UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Menetapkan bahwa dalam pelaksanaan fungsi pemantauan, Komnas HAM berwenang antara lain melakukan pemanggilan kepada pengadu, korban, saksi atau pihak terkait lainnya," ucapnya.
Baca Juga: Sempat Mangkir, Wakil Ketua DPR Azis Syamuddin Akhirnya Penuhi Panggilan KPK
Firli Pertanyakan Pelanggaran yang Disangkakan
Adapun sedianya, Firli dkk harus hadir ke Komnas HAM pada Selasa (8/6/2021) kemarin. Namun, para pemimpin KPK itu memilih untuk mangkir.
Firli dkk justru membalas surat pemanggilan Komnas HAM dengan menyurati balik.
Melalui surat itu, mereka mempertanyakan dugaan pelanggaran yang disangkakan.
"Senin, 7 Juni 2021 pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Selasa.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.