JAKARTA, KOMPAS.TV- Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto melarang kadernya untuk menyerang sosok pribadi pemimpin PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman, Minggu (6/6/2021).
“Prabowo melarang kita, kader-kader Gerindra untuk menyerang pribadi sosok Mega, beliau katakan Ibu Mega putri proklamator dan sekaligus (pernah) menjabat sebagai presiden,” kata Habiburokhman.
“Sebagai tokoh bangsa yang harus dihormati, platform pejuang kebangsaan Bu Mega,” tambahnya.
Habiburokhman lebih lanjut menuturkan rasa hormat Prabowo Subianto terhadap Megawati Soekarnoputri memang didasari oleh hubungan yang benar-benar baik.
Baca Juga: Kisah Para Pemimpin dan Kuda Tunggangannya, dari Soekarno, Jokowi sampai Prabowo
“Kita (Gerindra-PDI Perjuangan) tahu pernah maju bersama sebagai pasangan capres dan cawapres, kemudian dalam berbagai pilkada pernah bareng,” ujarnya.
Bahkan, sambung Habiburokhman, rasa hormat Prabowo terhadap Megawati Soekarnoputri tetap dijaga meskipun dalam pilihan politik sempat berbeda.
“Intinya Pak Prabowo menaruh hormat ke Bu Mega, bahkan ketika politik bertentangan,” ujarnya.
Atas dasar itu, Habiburokhman menilai peresmian patung Soekarno berkuda di Kementerian Pertahanan
Yang dihadiri Prabowo dan Mega merupakan ekspresi kedekatan tokoh bangsa.
“Terkait agenda Prabowo dan Mega, itu agenda penting baik formal dan substasi. Formal itu peresmian patung Bung Karno yang diketahui proklamator kita,” kata Habiburokhman.
“Yang secara substansi bentuk ekspresi kedekatan tokoh bangsa antara Prabowo dengan Mega, Ketum PDI Perjuangan,” tambahnya.
Sebagai informasi, Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto pernah menjadi pasangan capres dan cawapres pada pemilu 2009.
Baca Juga: Prananda Prabowo, Sosok Jarang Terlihat dan Syair "Pengkhianat"
Keduanya berhadapan dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono serta Jusuf Kalla yang berpasangan dengan Wiranto.
Tapi, Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kalah melawan Susilo Bambang Yudhoyono yang berpasangan dengan Boediono. Posisi SBY ketika itu ada petahana atau incumbent.
Situasi politik kemudian berubah pada pemilihan presiden 2014. Megawati dan Prabowo tidak bersama-sama dan saling berhadapan.
Megawati memunculkan kader partai yang disebutnya petugas partai, Joko Widodo yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta untuk maju sebagai kandidat di Pilpres 2014. Bukan menggandeng Prabowo, PDI Perjuangan saat itu mengusung Jusuf Kalla sebagai pasangan bagi kadernya.
Sementara Prabowo menggandeng Hatta Radjasa, dan kalah dalam pertarungan pilpres melawan Jokowi-JK.
Selanjutnya di Pilpres 2019, Prabowo dan Mega lagi-lagi berhadapan dalam langkah politik di Pemilu Presiden.
Jokowi yang incumbent, menggandeng Ma’ruf Amin sedangkan Prabowo Subianto menggandeng Sandiaga Uno yang melepas jabatan sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Lagi-lagi, dewi fortuna belum berpihak kepada Prabowo dalam pemilihan presiden yang diikutinya tiga kali. Prabowo-Sandi belum bisa mengalahkan suara dukungan untuk Jokowi-Ma’ruf.
Tapi situasi politik yang sempat memanas ketika Pilpres 2019 seketika kondusif. Hal tersebut ditandai dengan pertemuan Jokowi dan Prabowo di Stasiun MRT. Bahkan kini, Prabowo Subianto membantu Jokowi menjadi Menteri Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Maju.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.