YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, angkat bicara terkait 51 pegawai KPK yang akan diberhentikan karena tidak lolos dalam mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Seperti diketahui, pemberhentian 51 pegawai KPK tersebut merupakan imbas dari pelemahan KPK yang mulai terasa sejak adanya revisi UU KPK.
Baca Juga: Mengaku Dukung KPK, Mahfud MD Akui Tak Bisa Berbuat Banyak Soal Pemecatan 51 Pegawai KPK
Karena revisi UU tersebut, berdampak pada alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, untuk menjadi seorang ASN bagi pegawai KPK ternyata tidak mudah.
Para pegawai KPK diwajibkan mengikuti serangkaian TWK sebagai syarat untuk bisa diangkat menjadi ASN.
Berdasarkan hasil TWK yang sampai saat ini tidak dibuka ke publik, terdapat 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus.
Lewat surat keputusan pimpinan KPK, mereka yang tidak lulus mengikuti TWK kemudian dinonaktifkan atau di-nonjob-kan.
Baca Juga: Diperiksa KPK, Mahfud MD ke Novel Baswedan: Kalau Saya Presiden, Anda Jaksa Agung
Pimpinan KPK bersama Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) selanjutnya mengadakan rapat.
Hasilnya, dari 75 pegawai tak lulus TWK, sebanyak 51 pegawai dinyatakan sudah tidak bisa bergabung lagi di KPK mulai 1 November 2021.
Sedangkan 24 pegawai sisanya, meskipun masih diberi kesempatan untuk mengikuti pembinaan bela negara, namun tak ada jaminan bagi mereka bisa diangkat menjadi ASN.
Terkait hal tersebut, Mahfud MD meminta agar tidak menyalahkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas pelemahan yang terjadi pada lembaga antirasuah itu.
Baca Juga: Mahfud Minta Jangan Menyalahkan Presiden, DPR dan Parpol juga Ikut Tanggung Jawab soal Polemik KPK
Menurut Mahfud MD, keputusan pemecatan 51 pegawai KPK tersebut tidak terletak hanya pada pemerintah saja.
Tapi juga melibatkan DPR, partai politik, hingga civil society yang saat ini dinilai Mahfud tengah terpecah.
"Keputusan tentang KPK itu tidak di pemerintah saja, ada di DPR, ada di partai dan di civil society dan civil society ini pecah juga," tutur Mahfud.
Mahfud menambahkan, Presiden Jokowi sebenarnya berkomitmen menguatkan KPK. Namun, upaya tersebut beberapa kali justru dijegal oleh DPR dan partai politik.
Baca Juga: Bukti Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Dikembalikan ke Dewas KPK, Ini Tanggapan ICW
Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi itu, Presiden Jokowi pernah ingin menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perppu KPK untuk membatalkan revisi UU KPK.
"Ketika presiden (ingin) mengeluarkan Perppu untuk undang-undang itu (KPK), hantam kanan kiri," ujar Mahfud MD.
"Bahwa DPR tidak setuju dan partainya tidak setuju. Bagaimana ingin mengeluarkan Perpu tapi ditolak artinya permainan itu tidak mudah."
Meski begitu, Mahfud MD mengaku tetap mendukung penguatan KPK karenanya mendatangi Universitas Gadjah Mada untuk mencari masukan dari akademisi terkait langkah terbaik bagi KPK ke depan.
Baca Juga: Giri Suprapdiono Sebut Firli Bahuri juga Tidak akan Lolos jika Ikut TWK KPK
"Saya sama seperti bapak dan masyarakat mendukung KPK, itu harus kuat. Oleh sebab itu tinggal bagaimana menguatkannya," kata Mahfud MD.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.