JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah membantuk kelompok kerja (Pokja) satuan tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang akan menagih piutang negara ke para obligor dan debitur BLBI.
Pembentukan Satgas BLBI ini sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) No 6 Tahun 2021, yang menugaskan lintas kementerian dan lembaga untuk menagih piutang BLBI.
Satgas BLBI ini akan bertugas sejak dilantik hingga 31 Desember 2021.
"Satgas BLBI terdiri dari Pokja Data dan Bukti, Pokja Pelacakan, dan Pokja Penagihan dan Litigasi, " kata Menkeu Sri Mulyani dalam keterangan resminya, Jumat (04/06/2021).
Untuk Pokja Data dan Bukti terdiri dari 26 anggota berasal dari perwakilan Kemenkeu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kemenkopolhukam.
Baca Juga: Ancaman Sri Mulyani Pada Obligor BLBI: Blokir Akses Seluruh Lembaga Keuangan
Tugas Pokja Data dan Bukti antara lain mengumpulkan data dan dokumen.
Lalu memverifikasi dan mengklasifikasi data dan dokumen, serta menyediakan data dan dokumen terkait debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain, perjanjian atau dokumen perikatan lainnya dan data/dokumen lain sehubungan penanganan hak tagih BLBI.
Kemudian Pokja Pelacakan juga beranggotakan 26 orang terdiri dari perwakilan Badan Intelijen Negara (BIN), Kemenkeu, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Hukum dan HAM, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Tugas Pokja Pelacakan antara lain melacak dan menelusuri data debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain; berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak-pihak lain, di dalam dan luar negeri.
Semua itu dalam rangka mendukung keberhasilan upaya penagihan dan tindakan hukum yang diperlukan dalam pengembalian dan pemulihan piutang negara dana BLBI.
Baik terhadap debitur, obligor, maupun ahli warisnya.
Baca Juga: Lantik Satgas BLBI untuk Tagih Piutang Negara, Mahfud: Tidak Ada yang Bisa Sembunyi
Sedangkan 24 orang Satgas Pokja Penagihan dan Litigasi terdiri dari perwakilan Kejaksaan RI, Kemenkeu, dan Kemenkopolhukam.
Tugas Pokja Penagihan dan Litigasi antara lain menagih, melakukan tindakan hukum/upaya hukum yang diperlukan dalam pengembalian dan pemulihan piutang dana BLBI, baik di dalam maupun di luar negeri.
Selain itu, melakukan tindakan hukum lainnya yang diperlukan dalam menghadapi upaya penyembunyian, pelepasan, pengalihan hak atau aset untuk menghindarkan kewajiban pengembalian dan pemulihan piutang negara dana BLBI.
"Pokja-nya mencerminkan pendekatan, meskipun perdata namun tegas dan lengkap, yaitu dari data dan informasi, kemudian pelacakan, dan yang terakhir penagihan serta litigasi. Ini akan dilakukan bersama-sama dengan kerja sama seluruh instansi yang terlibat,” ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: Mahfud Ingatkan Satgas BLBI Bisa Terapkan Gijzeling dan Pasal 2 UU KPK ke Obligor yang Bandel
Sri Mulyani menjelaskan, obligor adalah pemilik bank yang menerima BLBI.
Sedangkan debitur adalah pihak yang meminjam ke bank yang mendapat BLBI.
Kemenkeu mencatat, dari Rp110,445 triliun dana BLBI yang belum dilunasi, sebanyak Rp40 triliun ada pada obligor dan sisanya debitur.
"Sampai saat ini, negara masih harus membayar biaya yang ditimbulkan akibat pemberian BLBI, " tutur Sri Mulyani.
Baca Juga: Punya Utang Rp500 T, Ini Langkah untuk Menyehatkan Keuangan PLN
"Rp110 triliun itu dalam berbagai bentuk aset tagihan. Kita akan tagih lewat mekanisme piutang negara. Itu masalah negara udah lebih dari 20 tahun, jadi kita tidak pertanyakan lagi niat baik mau bayar atau tidak, " imbuhnya.
Satgas BLBI juga akan bekerja sama dengan OJK dan BI untuk menindak pihak yang tidak melunasi kewajibannya pada negara.
Yaitu dengan memblokir akses mereka terhadap seluruh lembaga keuangan.
"Ada yang berniat baik dengan mengirimkan anak-anaknya untuk menyelesaikan kewajiban mereka. Tapi kita juga ada azas proporsionalitas. Kalau utangnya gede banget tapi bayarnya cuma Rp1 miliar ya kita lihat juga, " tandasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.