Qodari mengibaratkan hubungan PDIP dan Gerindra seperti "kawin gantung".
“Menurut saya hampir pasti, PDIP ini berkoaslisi dengan Gerindra, bahkan istilahnya PDIP dengan Gerindra ini sudah kawin gantung begitu, tinggal menunggu peresmiannya saja pada tahun 2024 yang akan datang,” ujarnya.
Namun, pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga memiliki analisa sedikit berbeda. Bahwa peluang PDIP dan Gerindra untuk berkoalisi pada pilpres 2024 memang masih sangat terbuka.
Baca Juga: Ganjar Berserah ke Megawati, Terkait Polemiknya dengan Bambang dan Puan Maharani
Apalagi, mengingat ada kedekatan hubungan Mega dengan Prabowo. Sejak Prabowo masuk Kabinet Jokowi, hubungan Mega-Prabowo memang semakin hangat.
"Masalahnya tinggal siapa yang akan jadi capres dan cawapres? Kalau dilihat dari logika politik, seharusnya capresnya PDIP dan cawapresnya dari Gerindra," katanya.
Logika itu didasari dari perolehan suara pada pileg 2019, dimana PDIP memperoleh suara paling banyak.
Namun, Gerindra pun tidak akan rela bila Prabowo hanya cawapres Puan yang elektabilitasnya rendah.
"Jadi, kalau Prabowo yang diusung Gerindra sebagai capres dan PDIP juga menghendaki posisi yang sama, maka sulit bagi kedua partai untuk berkoalisi. Kedua partai akan berpisah dan mencari partai lain untuk berkoalisi," katanya.
Sementara pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komaruddin mengatakan bahwa belum tentu juga PDIP berpasangan dengan Gerindra. Sebab PDIP punya kalkulasi politik sendiri, terlebih partai berlambang banteng ini merupakan pemenang dalan Pemilu 2019 lalu.
"PDIP akan pikir-pikir. Tak akan mungkin sukarela begitu saja mendukung Prabowo. PDIP pasti punya kalkulasi politik sendiri."
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.