SOLO, KOMPAS.TV - Pemerintah Arab Saudi baru menerbitkan surat edaran yang membatasi penggunaan pengeras suara luar (eksternal) masjid.
Pengeras suara luar masjid hanya boleh digunakan untuk azan dan iqamah.
Mengutip Saudi Gazette, surat yang ditandatangani Menteri Urusan Islam, Dakwah, dan Bimbingan Sheikh Abullatif bin Abdulaziz al-Sheikh itu terbit pada Senin (24/5/2021) waktu setempat.
Surat edaran itu juga berisi kewajiban agar volume pengeras suara tidak melebihi satu pertiga volume maksimal.
Baca Juga: Warga Geruduk Perumahan Gegara Suara Toa Masjidnya Diprotes, Ini Penjelasan Polisi
Menteri Sheikh Abullatif mengatakan, pihaknya akan memberi sanksi pada orang yang melanggar aturan itu.
Lantas, bagaimana sejarah dan aturan penggunaan pengeras suara masjid di Indonesia?
Sejarah Penggunaan TOA Masjid
Pengeras suara di masjid Indonesia terkenal sebagai TOA.
Sejak lama, sebagian masyarakat mengeluhkan pula pengeras suara masjid yang dapat mengganggu orang sakit atau bayi.
Mengutip Historia, Musyawarah Alim Ulama DKI Jakarta menerbitkan petunjuk penggunaan pengeras suara masjid pada 22-23 September 1973.
Isi petunjuk itu memperbolehkan penggunaan pengeras suara untuk azan dan pengumuman bersifat darurat.
Sementara, petunjuk itu menganggap penggunaan pengeras suara untuk menyiarkan zikir, doa, dan pidato saat dini hari sebelum subuh adalah tindakan berlebihan.
Petunjuk itu muncul mempertimbangkan empat hal.
Musyawarah Alim Ulama DKI salah satunya mempertimbangkan kebutuhan suasana sunyi dan hening untuk ibadah, zikir, serta doa yang khusyuk.
Baca Juga: Dzikir Membuat Hatimu Tenang
Musyawarah Alim Ulama DKI Jakarta juga menganjurkan muazin agar melafalkan azan dengan sungguh-sungguh, fasih, dan merdu.
Ada pula usulan agar muazin baru bisa menggunakan pengeras suara 15 menit sebelum subuh di hari biasa dan 30 menit sebelum subuh di bulan Ramadhan.
Di sisi lain, sebuah masjid di Kebon Jeruk, Jakarta malah mengharamkan penggunaan pengeras suara.
“Karena tidak ada pada zaman Nabi,” ujar A.M. Fatwa, koordinator Dakwah Islam Jakarta berdasarkan arsip Harian Kompas edisi 12 Januari 1977.
Kafrawi M.A., Ketua Dirjen Bimas Islam pada masa itu juga ikut angkat suara soal pengeras suara.
"Boleh lantang saat azan untuk masjid-masjid di kota, tapi setelah itu cukup didengar jamaah dalam masjid," anjur Kafrawi dalam arsip Harian Kompas edisi 30 Mei 1978.
Ia menekankan penggunaan pengeras suara hanya untuk azan agar mengurangi antipati pada Islam.
Baca Juga: Capaian Vaksinasi Lansia Masih Rendah, Dinkes Kembali Sasar Pemberian Vaksin di Masjid-masjid
Aturan Pengeras Suara Masjid
Direktur Jenderal Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin membeberkan aturan mengenai penggunaan pengeras suara masjid tertuang dalam Surat Edaran Nomor B.3940/DJ.III/Hk.00.7/08/2018.
"Pengeras suara masjid sudah ada aturan pemakaiannya, misalnya untuk waktu subuh boleh digunakan membaca Alquran dengan suara luar 15 menit sebelum waktu subuh, jadi tidak untuk dipakai membangunkan sahur," ujar Kamaruddin melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (24/4/2021).
1. Aturan Pembacaan Alquran
2. Aturan Azan
Azan shalat, termasuk shalat Subuh boleh menggunakan pengeras suara ke luar dan ke dalam masjid.
Baca Juga: Petugas Al Zahrani Disebut Pahlawan Usai Tangkap Penyerang Khatib Salat di Masjidil Haram, Mekkah
3. Aturan Ibadah Lain
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.