Ada pula yang terbaru adalah Pegasus. Perangkat kompak yang diklaim paling canggih saat ini, dan biasanya digunakan untuk negara - negara blok Amerika Serikat.
Rusia dan Tiongkok menggunakan jenis yang berbeda, meski tak kalah canggih. Pegasus adalah perangkat buatan Israel.
Ia bisa masuk ke dalam perangkat digital, entah itu HP atau laptop korban, dan melihat hingga mengakses apa yang biasa dilihat oleh korban dalam perangkatnya.
Bahkan Pegasus bisa menyalakan mikrofon dan video dalam keadaan perangkat tidak digunakan, sehingga bisa merekam semuanya tanpa diketahui sang empunya.
Baca Juga: AIMAN - Misteri Peledak Dahsyat di Eks Markas FPI
Dalam situs Citizenlab.ca, tampak Indonesia belum terdeteksi adanya Pegasus.
Tapi tunggu dulu, dalam situs tadi diamati pada 2018, 3 tahun lalu. Saat ini? Tak ada yang tahu.
Di pasar resmi perangkat Pegasus ini dijual hingga setengah triliun rupiah.
Di pasar gelap tentu harganya mahal, rasanya sulit jika dibeli oleh pihak orang per orang, tak seperti Finfischer.
Saya mengubungi pakar keamanan siber, Ruby Alamsyah. Saya menanyakan apa bedanya software mata-mata Pegasus dan Finfischer, karena harganya beda jauh.
“Pegasus jauh lebih canggih baik dalam membuka akses maupun kemampuan spy-nya. Pegasus yang tertanam di perangkat korban, maka korban tidak akan mengetahui telah ditanam perangkat mata - mata. Karena, paket data dan baterainya tidak cepat habis, seperti perangkat yang jauh lebih murah, serta aksesnya jauh lebih luas. Tak pengaruh mau pake Hp android atau IOS, semua bisa diakses,” Kata Ruby kepada saya.
Kok, Bisa Terinfeksi Spyware?
Bagaimana bisa terinfeksi spyware?
Untuk kelas yang paling canggih, Pegasus, hanya dengan cara mengirimkan link apa pun bisa berupa video atau gambar atau tautan berita misalnya, sekali klik, langsung terinfeksi perangkat mat -mata.
Oleh karenanya keamanan dua faktor menjadi penting, terlebih yang menggunakan pihak ketiga, misalnya pesan singkat sms, akan lebih aman.
Baca Juga: AIMAN - Menteri Baru, Hari Rabu, dan Koalisi Gemuk
Meski para orang tak bertanggung jawab ini, pasti akan terus dengan berbagai cara menembus pertahanan data masing - masing pihak yang dikehendaki.
Lalu bagaimana dengan peretasan aktivis tadi?
Sesungguhnya ada undang - undang ITE yang bisa menjerat siapa pun yang melakukan pengambilan data secara ilegal.
Ancamannya 7 tahun dan denda miliaran, kata Juru Bicara Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN), Anton Setiawan.
Meski kini pertanyaannya, akankah semua ini diungkap dan terungkap?
Pertanyaan yang mungkin butuh dari sekadar jawaban, yakni pembuktian.
Bukankah kita selayaknya merawat kebebasan sipil sebagaimana mana kita juga harus terus merawat keberagaman?
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.