Baca Juga: Ditemukan Sampel Data Bocor, Kominfo Panggil Direksi BPJS Kesehatan
Menurut SAFEnet, pemerintah mestinya memperjelas syarat "mendesak" ini.
"{M]endesak tidak dijelaskan apa dasarnya, penilaian siapa dan mekanisme khusus pengaturannya. Tanpa kejelasan pemaknaan kemendesakan, maka bisa diperkirakan potensi kesewenang-wenangannya," urai SAFEnet.
SAFEnet juga mengkritisi Kominfo karena memegang seluruh peran terkait pemutusan akses plaftorm daring ini.
"Kewenangan Kementerian yang begitu besar, dari wewenang regulator, pelaksana, termasuk penilai dan pengeksekusi, tentu akan menumpuk banyak wewenang krusial dan memudahkan kesewenang-wenangan," ujar SAFEnet.
Aturan ini juga menyenggol kerahasiaan data pribadi pengguna media sosial dan platform daring.
"Terlalu berlebihan mengatur data pribadi berkaitan dengan 'data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, data anak, data keuangan pribadi,' merupakan hak pribadi sebagai bagian mendasar hak-hak asasi manusia, yang terlampau jauh dicampuri oleh negara maupun pihak lainnya," beber SAFEnet terkait Pasal 21 Permenkominfo 5/2020 ini.
Baca Juga: Kemkominfo Telusuri Dugaan Kebocoran 279 Juta Data Penduduk Indonesia di Forum Online
SAFEnet pun menyarankan Pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sebelum menerapkan Permenkominfo itu.
"Pemerintah perlu pula memastikan perlindungan hak privasi atau pribadi, termasuk dalam lingkup PSE privat, sehingga aturan yang terintegral terkait undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi dapat menjadi induk pengaturan," kata SAFEnet.
"Perlu pula memastikan keterlibatan publik dalam pengembangan kebijakan atau pembentukan hukum peraturan perundang-undangan terkait, meskipun produk hukum itu bagian dari wewenang pilar eksekutif," pungkas SAFEnet.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.