JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pihak sekolah mempertimbangkan hukuman bagi siswi SMA di Kabupaten Bengkulu Tengah yang dinyatakan sebagai penghina Palestina.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan wilayah VIII Kabupaten Bengkulu Tengah, Adang Parlindungan, membenarkan kabar dijatuhkannya sanksi bagi pelajar tersebut.
Menurut Adang, sanksi itu berdasarkan hasil rapat yang melibatkan pemuka agama pada Senin (17/5/2021).
Baca Juga: Siswi SMA Hina Palestina di TikTok, Sudah Minta Maaf Tetap Kena Sanksi
"Berdasarkan hasil rapat sekolah yang melibatkan orangtua siswi, kepolisian, sekolah dan pemuka agama maka siswi tersebut dikembalikan pada orangtua siswi," ujar Adang, Selasa (18/5/2021), dilansir dari Kompas.com.
Siswa berinisial MS itu sebelumnya telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.
"Pada negara dan bangsa Palestina saya mohon maaf atas tindakan saya, saya siap menerima risiko dan hukuman yang diberikan," ujarnya.
KPAI berharap pihak sekolah mempertimbangkan kembali hukuman atas siswi itu karena hak pendidikan untuk anak adalah prioritas.
“Putus sekolah tentu berdampak buruk bagi masa depan anak. Kepentingan bagi anak harus menjadi prioritas, meski KPAI juga memahami setiap anak tetap mempunyai kewajiban berbuat baik, berakhlak, dan beretika,” kata Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati dalam keterangan video yang diterima Kompas TV, Selasa (18/5/2021).
Rita pun mengingatkan, pihak sekolah punya peran mendidik anak untuk membenahi perilaku siswi tersebut.
Baca Juga: Sayangkan Putusan MA, Berikut 7 Poin Dukungan KPAI Terhadap SKB 3 Menteri tentang Seragam Sekolah
“Sekolah adalah lembaga pendidikan yang berfungsi mendidik anak. Kalau ada hal yang kurang benar, maka sebenarnya ada proses-proses pembiasaan, diingatkan,” jelas Rita.
Pihak sekolah, kata Rita juga mesti bijak memahami hal-hal lain, tidak sekedar memberikan hukuman.
“Juga ada proses intervensi jika dibutuhkan. Apakah benar pelanggaran yang dilakukan siswa ini semata-semata karena siswa tersebut? Atau karena kondisi lingkungannya?” imbuhnya.
Salah satu contoh intervensi itu bisa berupa mengajak siswa tersebut mengikuti konseling psikolog.
“Apakah membutuhkan intervensi di luar sekolah, misalnya psikolog. Sehingga perilaku siswa dapat menjadi lebih baik,” ujar Rita.
Baca Juga: Kemlu: Akar Masalah Adalah Penjajahan Atas Palestina
KPAI juga menilai keputusan pihak sekolah memberhentikan siswi di masa akhir semester tidak bijak.
“Perlu diingat ini adalah akhir semester. Tentu tidak bijak ketika melakukan pemberhentian, padahal ini sudah hampir di ujung pendidikan.”
“Itu (sanksi pemberhentian) tidak boleh merampas hak pendidikan seorang siswa. Kita semua penting untuk mewujudkan pendidikan wajib belajar 12 tahun,” pungkas dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.