Ketiga bahan ini, jika digabungkan akan punya after effect yang sangat merusak dan mematikan, terlebih dalam jumlah yang besar.
Syaratnya harus dipicu oleh salah satu dari tiga perlakuan ini; Panas, Api, atau Getaran/Gesekan.
Pengamat Terorisme lulusan Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, Hasibullah Satrawi yang diwawancara di Program AIMAN mengungkapkan, Indonesia beruntung memiliki sistem pembuktian dalam kasus terorisme menggunakan hukum.
Berbeda dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang memiliki subyektivitas tersendiri dalam penanganan kasus terorisme yang tertutup.
Baca Juga: Bantah FPI Organisasi Teroris, Rizieq Shihab: Kami Tak Pernah Punya Masalah dengan Pancasila
Ajang Pembuktian Terang Benderang di Pengadilan
Pada sistem hukum di Indonesia, semua yang dilakukan di Pengadilan memiliki syarat harus ada pembuktian.
Pembuktian dilakukan secara terbuka alias terang benderang.
"Bukti-bukti ini akan dibeberkan di pengadilan!", ungkap Hasib.
Jika tanpa bukti, maka dipastikan terdakwa akan bebas melenggang.
Sementara Ketua Ikatan Sarjana Profesi Perpolisian Indonesia (ISPPI), Komjen Pol. (Purn) Ito Sumardi, meyakini bahwa Polisi pasti memiliki bukti dalam kasus ini.
"Rekaman dari awal sampai akhir pengambilan barang bukti, pasti dimiliki penyidik, jadi tak mungkin ada rekayasa di sana." kata Kabareskrim Polri 2009-2011, Ito Sumardi.
Pembelahan di masyarakat soal percaya atau tidak ada bahan peledak berbahaya di eks markas FPI, bisa jadi tetap akan ada. Meski pembuktian di pengadilan adalah jawabannya.
Pengadilan layak menjadi ajang pembukaan bukti dari kedua belah pihak secara terang benderang.
Tak tersisa pertanyaan, hingga bagi sang Wakil Tuhan, menjadi kekuatan pijakan dalam penentuan putusan.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.