WONOGIRI, KOMPAS.TV - Kesuksesan sering tampil dalam bentuk kepopuleran atau kekayaan melimpah. Namun, Mbah Sadiman menempuh jalan berbeda.
Mbah Sadiman tinggal Dusun Bali, Desa Geneng, Wonogiri, Jawa Tengah. Di dekat rumah Mbah Sadiman, ada sebuah hutan lebat yang menjadi sumber air bagi desa-desa sekitarnya.
Namun, dahulu tak begitu. Tidak ada hutan di sana. Cuma ada perbukitan gundul dan gersang.
Baca Juga: Pemicu Bencana NTT, dari Penggundulan Hutan Hingga Pemanasan Global?
“Awal-awalnya gunung itu kebakaran. Terus airnya mati (berhenti mengalir),” tutur laki-laki berumur 69 tahun itu, ditakik dari kanal YouTube South China Morning Post.
Akibatnya, kampung Mbah Sadiman kerap dilanda banjir dan longsor. Saat musim kemarau, kekeringan juga selalu melanda.
Mengalami sendiri berbagai kesulitan itu, hati Mbah Sadiman tergerak. Ia memutuskan melakukan sesuatu mengubah hal itu.
Ketika itu, ia telah berumur 40-an tahun. Ia hidup di sebuah rumah sederhana berlantaikan tanah bersama istrinya.
Sehari-hari Mbah Sadiman bekerja sebagai petani. Saat menunggu musim panen, Mbah Sadiman bekerja mengumpulkan rumput dan menjualnya untuk pakan ternak.
Penghasilannya tentu tak melimpah. Meski begitu, Mbah Sadiman tak patah arang.
“Kalau tidak saya tanam beringin, daerah ini daerah gersang gitu Mas. Kalau beringin itu banyak mengandung air. Pohon beringin, ipik (ara), bulu itu banyak mengandung air,” ujar Mbah Sadiman.
Baca Juga: KPK Temukan Pelanggaran Izin Kebun Sawit di Papua Sebabkan Hutan Gundul dan Konflik Ekonomi
Dengan penghasilan seadanya, ia kesulitan membeli bibit pohon beringin yang mahal. Pada tahun 1996, satu bibit beringin berharga mulai dari Rp50 ribu.
Mengutip dlh.semarangkota.go.id, Mbah Sadiman pun mengakalinya dengan membudidayakan bibit cengkeh. Bibit cengkeh ini nantinya ia tukarkan dengan bibit pohon jati.
Satu bibit pohon jati dapat Mbah Sadiman tebus dengan sepuluh bibit cengkeh. Tak cuma itu, ia bahkan nekat menukarkan ternaknya dengan bibit pohon beringin.
Dengan itu, ia mulai menanami Bukit Gendol dan Bukit Ampyangan di sekitar kampungnya.
Meski begitu, usaha Mbah Sadiman ternyata tak langsung berbuah manis. Ia malah mendapat gunjingan dari tetangganya.
“Dulunya dianggap orang gila. Ini punya kambing ditukerin bibit beringin,” tutur Warto, salah seorang warga di sekitar Bukit Gendol.
Baca Juga: Di KTT Perubahan Iklim, Presiden Jokowi Pamer Kebakaran Hutan Indonesia Turun 82 Persen
Sebagian warga juga menuding Mbah Sadiman sebagai penganut animisme atau memercayai mahkluk halus.
“Saya disindir-sindir kalau memikul bibit beringin. Masyarakat tidak nyaman,” kata Mbah Sadiman.
Namun, ia tak menghiraukan omongan-omongan itu. Mbah Sadiman terus menanami dan merawat perbukitan gersang itu.
Ia cuma berpikir bagaimana caranya menyelesaikan masalah lingkungan di kampungnya.
“Ingin membesarkan air, pertama. Terus kedua, orang hidup membutuhkan udara bersih untuk paru-paru dunia. Ketiga, untuk penanggulangan bencana alam. Akar beringin sangat panjang,” terang Mbah Sadiman.
Setelah 24 tahun, Mbah Sadiman berhasil menanami setidaknya 11 ribu pohon beringin di lahan seluas 250 hektar. Kampungnya pun tak lagi kekurangan air.
Baca Juga: Serial Dokumenter Greta Thurberg Gaungkan Perjuangannya Melawan Perubahan Iklim
“Hasilnya sekarang mendapatkan air buat mencukupi berapa desa,” ucap Warto.
Dahulu, para petani di kampungnya pun hanya bisa merasakan panen setahun sekali. Kini, berkat air yang berlimpah, para petani bisa menikmati 3 kali panen dalam setahun.
“Mudah-mudahan masyarakat sini bisa subur, makmur, dan hidup bahagia dunia akhirat. Dan jangan sekali-kali membakar hutan,” kata Mbah Sadiman berpesan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.