JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah sudah menerbitkan aturan terkait program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan sudah resmi berlaku per 2 Februari 2021.
Dengan begitu, suatu waktu para buruh/pekerja kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa mengandalkan JKP tersebut.
Mentri Ketenaga Kerjaan, Ida Fauziyah mengatakan, korban PHK yang menjadi peserta program JKP berhak mendapatkan tiga manfaat, yaitu uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan mengikuti pelatihan kerja.
Untuk manfaat gaji yang bakal diterima korban PHK, menurut Ida, besarannya mencapai 45 persen dari gaji korban PHK tersebut selama 3 bulan pertama. Lalu, 3 bulan berikutnya sebesar 25 persen dari upah.
Baca Juga: Mengenal Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Ini Syarat dan Manfaatnya
"Manfaat bagi pekerja yang ter-PHK dalam program JKP adalah uang tunai 45% dari upah untuk 3 bulan pertama, 25% dari upah untuk 3 bulan berikutnya, dan ini diberikan paling lama 6 bulan," ujar Ida dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI dan Dirut BPJS Ketenagakerjaan, Rabu (7/4/2021).
Manfaat lainnya adalah akses informasi pasar kerja, berupa layanan informasi pasar kerja dan atau bimbingan jabatan yang akan dilakukan oleh pengantar kerja atau petugas antar kerja.
Manfaat ketiga, pelatihan kerja akan berbentuk pelatihan berbasis kompetensi yang dilakukan melalui lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta, dan perusahaan.
Untuk persyaratan peserta program JKP adalah WNI yang telah diikutsertakan dalam program jaminan sosial sesuai kepesertaan dalam Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2013, yaitu untuk usaha besar dan usaha menegah, diikutsertakan pada program JKN, JKK, JHT, JP, dan JKM.
Baca Juga: Buruh bakal Demo Besar-Besaran Tolak Omnibus Law, Begini Tanggapan Menaker Ida Fauziyah
Sementara untuk usaha kecil dan mikro, diikutsertakan sekurang-kurangnya pada program JKN, JKK, JHT, dan JKM.
“Syarat lainnya adalah belum berusia 54 tahun, dan mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha baik kapasitasnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT),” kata Ida.
Akan tetapi untuk pelaksanaan detailnya masih menunggu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang kini tengah digodok di internal pemerintah.
Adapun sumber pembiayaan dari JKP yakni iuran pemerintah pusat sebesar 0,22 persen, sumber pendanaan rekomposisi iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja 0,14 persen dan Jaminan Kematian 0,10 persen. serta ketentuan dasar perhitungan upah atau upah yang dilaporkan ke BPJS.
Baca Juga: Otak-atik Portofolio Investasi BPJS Ketenagakerjaan
Karena sumber pendanaan program tersebut salah satunya berasal dari pemerintah pusat, maka ada batas atas upah sebesar Rp 5 juta.
Jadi, untuk korban PHK dengan gaji di atas Rp 5 juta tetap bisa menerima manfaat yang sama namun perhitungan besaran gaji yang diterimanya sebagai peserta JKN adalah 45 persen dari Rp 5 juta di 3 bulan pertama atau sekitar Rp 2,25 juta dan 25 persen dari Rp 5 juta di 3 bulan berikutnya atau sekitar Rp 1,25 juta.
Lalu bagaimana nasib para korban PHK yang gajinya kurang dari Rp 5 juta?
Baca Juga: Dewan Pengupahan Nasional Gelar Pleno soal THR 2021 Dicicil atau Full
Cara perhitungannya tetap sama. Disesuaikan dengan upah yang diterimanya saat bekerja.
Misal, upah peserta JKP sebelum kena PHK adalah sebesar Rp 3 juta, maka kemungkinan ia bisa mendapat gaji sebesar Rp 1,35 juta selama 3 bulan pertama. Kemudian Rp 750 ribu di 3 bulan selanjutnya.
Kata Ida, jaminan ini sebentuk upaya dan kewajiban pemerintah mengatur, serta memberikan kepastian jaminan kepada para pekerja.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.