JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah menyinggung Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Politisi PDIP itu menyindir Pertamina yang masih menjual bensin premium.
Awalnya, Said mengungkapkan rasa penasarannya mengapa Pertamina masih menjual bahan bakar minyak (BBM) jenis premium.
Ia membandingkan, negara-negara lain sudah tidak melakukan penjualan bensin premium semacam itu.
"Bensin kenapa kita masih premium, di seluruh dunia sudah enggak ada premium," kata Said dalam rapat dengar pendapat Badan Anggaran DPR RI, Rabu (7/4/2021), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Mahasiswa Demo Tolak Kenaikan Harga BBM di Sumatera Utara
Politisi kelahiran Sumenep itu menduga, pemerintah kalah dengan importir hingga menjual bensin premium.
Said pun mempermasalahkan mengapa Ahok mengabaikan para importir.
“Apa karena pemerintah kalah sama importir (makanya masih jual premium)? Kenapa Ahok tidak ngubek-ngubek importir itu, ya?" tanya Said.
Pihak Pertamina sebelumnya mengatakan keputusan menghapus bensiun premium atau Ron 88 ada di tangan pemerintah.
“Keputusan dihapus atau tidaknya sebuah produk BBM penugasan itu otoritasnya regulator, bukan di Pertamina,” kata Mas'ud Khamid, CEO Subholding Commercial and Trading Pertamina pada Sabtu (14/8/2020).
Pihak pertamina sendiri, kata Mas’ud, mendukung penggunaan BBM dengan kualitas lebih baik yang lebih berdampak baik pada mesin kendaraan dan ramah lingkungan.
Wacana penghapusan bensin premium sempat ramai terdengar tahun lalu.
Pihak Pertamina berencana menghilangkan bensin premium di Jawa, Madura, dan Bali per 1 Januari 2021.
Baca Juga: Bantah Hapus Premium, Menteri ESDM: Kami Promosikan Pertalite Harga Premium
“Syukur alhamdulillah Senin (9/11/2020) lalu saya bertemu Direktur Operasi Pertamina. Beliau menyampaikan per 1 Januari 2021, Premium di Jamali khususnya akan dihilangkan. Kemudian menyusul kota-kota lainnya di Indonesia," ujar Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MR Karliansyah.
Terkait sindiran pada Ahok, Said melontarkan itu saat anggota Banggar sedang membahas subsidi tabung gas LPG 3 Kilogram.
Banggar mempertimbangkan pemberian subsidi tabung gas berubah menjadi bantuan non tunai per orang.
Perubahan bentuk bantuan itu agar subsidi lebih tepat sasaran dan mengurangi ancaman penyelewengan atau moral hazard di lapangan.
Tabung gas subsidi memang kerap menjadi sarana mengeruk keuntungan para pengoplos gas.
Menurut anggota Banggar, akibat hal itu, pemerintah mesti menanggung biaya subsidi yang terus naik tiap tahun dan membebani keuangan negara.
“Kompensasi LPG juga lebar. Saya lebih baik (subsidi) Rp 22.000 tapi tepat sasaran, dari pada Rp 15.000 harusnya tertutup tapi terbuka, jebol APBN kita. Berarti yang ngoplos itu untungnya luar biasa ya? Mak, kenapa saya enggak jadi distributor aja?” ujar Said.
Baca Juga: Rugikan Negara hingga Rp 7 Miliar, Sindikat Gas Oplosan Ditangkap
Said mengklaim, skema subsidi LPG 3 kilogram lebih baik berubah menjadi subsidi per orang.
Ia juga menyarankan pemerintah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) terbaru agar bantuan lebih tepat sasaran.
Adapun saat ini, hanya 36 persen saja dari total subsidi LPG 3 kilogram yang dinikmati oleh 40 persen masyarakat termiskin.
Di sisi lain, 40 persen orang terkaya justru menikmati 39,5 persen dari total subsidi.
"Tidak bisa lagi juga (subsidi) LPG ini kepada korporasi. saya hanya ingin mengawal niat kita ketika membahas APBN 2021. Saya ingin konsistensi, pemerintah mencoba itu, kita bahas bersama, ayo kita konsisten," tegas Said.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.