JAKARTA, KOMPAS.TV – Pelaku penyerangan Mabes Polri Zakiah Aini (25) meninggalkan surat wasiat kepada keluarga sebelum melakukan penyerangan ke Mabes Polri, Rabu (31/3/2021).
Dalam surat wasiat tersebut ZA meminta maaf kepada keluarga atas kesalahan yang pernah diperbuat dan belum bisa membalas kebaikan keluarga, serta menjauhkan diri dari bank.
Begitu juga dengan Lukman, pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021).
Baca Juga: Analisa Tulisan Tangan Dalam Surat Wasiat Pelaku Teror, Grafolog: Didominasi Rasa Tidak Aman
Lukman juga meninggalkan sebuah surat yang isinya hampir sama dengan surat wasiat ZA, yakni meminta maaf kepada keluarga atas kesalahan yang pernah diperbuat dan belum bisa membalas kebaikan keluarga serta menjauhkan diri dari bank.
Grafolog Indonesian School of Graphologi (ISOG) Deborah Dewi menilai dari tulisan tangan ZA, terdapat rasa cemas, tidak aman dan amarah. Sementara dalam tulisan tangan Lukman, ada sebuah ketakutan.
Menurut Deborah, ketakutan Lukman adalah tidak punya masa depan yang baik dan hal itu bukan berdampak pada dirinya tetapi juga kepada sang ibu.
Deborah menjelaskan perbedaan kedua karakter pelaku terduga aksi teror ini menandakan tidak semua palaku memiliki karakter yang sama.
Baca Juga: Tiga Kesamaan dalam Surat Wasiat Pelaku Teror Mabes Polri dan Bom Katedral Makassar
Hal ini juga menjelaskan perekrutan dan pendekatan seseorang untuk menjadi teroris dilakukan dengan berbeda-beda, tetapi dengan teori yang sama dan tujuan yang sama yakni menjadi radikal.
“Seperti di Zakia yang menonjol adalah kemarahan, di Lukman yang menonjol ketakutan. Jadi pendekatan kemarahan dan ketakutan itu kan tidak sama perekrutannya,” ujar Deborah saat berbincang di program Sapa Malam Kompas TV, Kamis (1/4/2021).
Deborah menambahkan dalam kasus Lukman dan ZA, keduanya merupakan sosok yang tertutup.
Baca Juga: Sebelum Teror Mabes Polri, ZA Tulis Surat Wasiat Buat Keluarga dan Unggah Bendera ISIS di Instagram
Namun Deborah menegaskan tidak semua pelaku teror sosok tertutup. Hal ini diketahui dari analisis sampel surat wasiat pelaku teror yang dilakukannya sejak tahun 2011 hingga saat ini.
“Jadi Faktanya tidak bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa semua orang yang bisa menjadi pelaku teror itu punya karakternya X atau Y sama,”
Surat wasiat ZA
Debora menjelaskan dalam analisi pola tulisan tangan ZA dari surat wasiat, pelaku ingin mendapat penghargaan lebih, tetapi itu tidak ia dapat di masyarakat sehingga memperkuat rasa ketidakamanan dirinya dalam hidup bermasyarakat.
Baca Juga: Kapolri ungkap Pelaku Bom Bunuh Diri Makassar Tinggalkan Surat Wasiat untuk Orang Tua
Bersamaan dengan timbulnya rasa tidak aman tersebut, ada perekrut teroris yang masuk dan mengisi rasa aman itu dengan "solusi palsu yang mengatasnamakan agama".
Namun alasan spiritual, yakni jihad atas nama agama, bukan menjadi faktor utama di balik aksi teror tersebut.
"Aksi itu justru didorong oleh rasa kecemasan dan perasaan insecurity (tidak aman) yang sangat besar," ujar Deborah.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.