JAKARTA, KOMPAS.TV - Organisasi kemasyarakatan dan warga Jalan Pancoran Buntu II, Pancoran, Jakarta Selatan bentrok pada Rabu (17/3/2021) malam. Hal ini dipicu masalah sengketa lahan warga dengan PT Pertamina.
Pihak Pertamina melalui anak perusahaannya PT Pertamina Training and Consulting (PTC) ingin menggusur warga dari lahan seluas 2,8 hektar.
Namun, warga Pancoran Buntu II menyebut, tanah itu masih jadi sengketa. Edi Danggur, kuasa hukum warga Pancoran Buntu II mengatakan, masalah sengketa ini sudah dibawa ke pengadilan.
Baca Juga: Sengketa Tanah Berujung Bentrok di Pancoran, KontraS: Pertamina Kerahkan Ormas untuk Gusur Warga
"Saya sebagai pengacara sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pertamina hadir sidang sampai saat ini," ujar Edi, Kamis (18/3/2021), dikutip dari Kompas.com.
Menurut Edi, tindakan penggusuran itu melanggar hukum karena masalah sengketa ini belum selesai di pengadilan.
"Saya sudah minta (kepada pihak PT. Pertamina), ayo hargai persidangan. Jangan lakukan perampasan tanah dengan kekuatan polisi karena sidang sedang bergulir," kata Edi.
Selain tanah 2,8 hektar, objek sengketa juga terdiri dari 24 rumah di atasnya yang terletak di Jalan Raya Pasar Minggu No 15, Pancoran, Jakarta Selatan.
Edi menceritakan, kisah sengketa tanah ini bermula sejak puluhan tahun lalu.
"Tanah tersebut adalah milik ahli waris (Mangkusasmito) Sanjoto dan warga (yang tinggal) ditempatkan oleh Sanjoto sejak tahun 1981,” tutur Edi.
Mulanya, Sanjoto menjalin kerja sama bisnis dengan orang bernama Anton Partono CS. Mereka membeli tanah di daerah itu melalui Perjanjian Kerjasama No. 21 tanggal 2 Februari 1972.
Baca Juga: Saran Pemprov DKI ke Pertamina: Warga yang Tergusur di Pancoran Dapat Tempat Tinggal Baru
“Dalam perjanjian kerja sama tersebut, diatur kewajiban Sanjoto untuk menyediakan uang, sedangkan Anton Partono CS wajib sertifikatkan tanah tersebut kemudian diserahkan ke Sanjoto. Sebab Sanjoto yang dikuasakan untuk menjual tanah tersebut kepada pihak ketiga,” ungkap Edi.
Akan tetapi, Anton CS tak menyerahkan sertifikat-sertifikat tanah dan rumah itu pada Sanjoto.
Edi mengatakan, Anton diam-diam membuat perjanjian jual beli tanah dengan pihak lain, yakni PT Nagasastra. PT Nagasastra ini belakangan menjual tanah itu pada PT Pertamina.
Mengetahui hal itu, Sanjoto buru-buru mengumumkan bahwa tidak ada pihak yang boleh membeli tanah itu karena masih bersengketa. Sanjoto membuat pengumuman di beberapa surat kabar, termasuk Harian Kompas edisi 2 Mei 1973.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.