SOLO, KOMPAS.TV - Indonesia memperingati Hari Musik Nasional setiap 9 Maret. Peringatan ini sebagai bentuk apresiasi pada musik.
Peringatan ini berawal dari keputusan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 10 Tahun 2013, SBY menetapkan 9 Maret sebagai Hari Musik Nasional.
Kepres itu menjelaskan, peringatan Hari Musik Nasional untuk meningkatkan apresiasi masyarakat pada musik. Hal ini juga untuk meningkatkan rasa percaya diri dan prestasi insan musik Indonesia.
Baca Juga: Cerita 9 Maret Jadi Hari Musik Nasional dan Kelahiran WR Supratman
Di luar usaha apresiasi pemerintah baru-baru ini, masyarakat di wilayah nusantara sebenarnya pernah mengalami kesulitan hanya untuk sekedar mendengar lagu. Rezim dari tiap masa sering takut oleh keberadaan lagu dan musik.
Mereka melarang musik dan lagu dengan berbagai alasan. Berikut kisah-kisah pelarangan musik dan lagu di Indonesia.
1. Indonesia Raya
WR Soepratman rela merantau ke Pulau Jawa dari Makassar demi ambisi menciptakan lagu kebangsaan. Ia merantau agar dapat ikut memahami semangat pergerakan kemerdekaan.
Soepratman pun menjadi wartawan. Saat bergabung dalam surat kabar Sin Po, ia ikut menghadiri Kongres Pemuda Indonesia pertama. Pidato M Tabrani dan Sumarto memunculkan inspirasi lagu kebangsaan dalam dirinya.
“Mas Tabrani, saya terharu kepada semua pidato yang diucapkan dalam Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Terutama Pidato Mas Tabrani dan Sumarto. Cita-cita satu nusa, satu bangsa yang digelari Indonesia Raya itu saya akan buat. Namanya Indonesia Raya,” begitu Soepratman mengaku.
Lagu “Indonesia Raya” akhirnya selesai digubah. Soepratman memperdengarkan lagu itu saat Kongres Pemuda Indonesia kedua.
Awalnya, pemerintah kolonial Belanda mencemooh lagu itu.
“Saya tidak melihat ada sesuatu yang istimewa dengan pada lagu tersebut. Lagu itu, dengan melodi Eropa yang biasa-biasa saja dengan syair yang tidak terlalu bagus pula, sekadar wujud dari selera buruk terhadap musik, namun secara politik lagu tersebut sama sekali tidak berbahaya,” tulis pejabat pemerintah kolonial Belanda van der Plas dalam laporan pada Gubernur Jenderal De Graeff.
Mengutip situs Kemdikbud.go.id, para pemuda mulai senang memelesetkan isi lagu itu. Lirik “Indonesia Raya.. Mulia… Mulia…” mereka ubah menjadi “Indonesia Raya.. Merdeka… Merdeka…”
Karena mulai menyadari bahaya lagu ini, pemerintah kolonial Belanda menyatakan lagu Indonesia Raya mengganggu ketertiban dan ketentraman umum pada 1930. Pemerintah pun sempat menangkap dan menginterogasi WR Soepratman.
WR Soepratman meninggal dalam keadaan sepi pada 1938. Namun, lagunya tetap meresahkan pemerintah.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.