“Tiga laporan penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi [alkohol] populasi merupakan prediktor penting dari kematian terkait kekerasan, terutama dalam budaya dengan pola minum yang berorientasi untuk mabuk,” tulis tim peneliti.
Meski begitu, tim peneliti juga menyoroti bahwa hubungan miras dan perilaku kekerasan tidak sesederhana kelihatannya. Ada faktor-faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap perilaku kekerasan para peminum miras.
Faktor-faktor seperti gen, lingkungan, konteks sosial budaya, dan situasi saat minum juga berpengaruh pada tindak kekerasan.
Namun, tim peneliti juga mengakui, pengurangan konsumsi alkohol secara umum dapat mengurangi kekerasan secara tidak langsung.
“Studi-studi ini menunjukkan bahwa kebijakan mengurangi konsumsi per kapita masyarakat cenderung mengurangi kekerasan secara tidak langsung dan ini kemungkinan substansial,” tulis tim peneliti.
Tim peneliti juga mencatat bahwa konsumsi alkohol di tempat berizin dapat menjadi jalan mencegah kekerasan terkait alkohol. Ini berbeda bila alkohol dikonsumsi di luar lokasi penjualan.
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan kuat antara minum di luar bar dengan tindak kekerasan.
“Makalah ini menyarankan perlunya fokus kebijakan yang lebih luas terhadap kekerasan terkait alkohol di tempat berlisensi dan ruang publik,” kata tim peneliti.
Baca Juga: Cari Fakta Hukum Korupsi BPJS Ketenagakerjaan, Kejagung Periksa Deputi Direktur Keuangan
WHO pernah menerbitkan laporan berjudul “Global Status Report on Alcohol and Health 2018”. Laporan itu mencatat, Indonesia memiliki tingkat alkoholisme dan ketergantungan alkohol yang lebih rendah dari Malaysia dan Myanmar.
Sementara, perbandingan dengan Singapura menunjukkan Indonesia memiliki tingkat alkoholisme lebih rendah, tetapi memiliki tingkat ketergantungan alkohol lebih tinggi.
Indonesia tercatat memiliki risiko terendah terkait berkurangnya harapan hidup karena alkohol dengan skor 1 dalam skala 1-5.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.