KOMPAS.TV - Pakar Literasi Digital Universitas Gadjah Mada (UGM) Novi Kurnia menyoroti program polisi internet atau polisi virtual yang bertugas mengawasi konten di dunia maya termasuk media sosial (medsos).
Menurut Novi, kehadiran polisi internet merupakan upaya pihak kepolisian untuk memoderasi konten-konten negatif di dunia maya terutama yang mengarah pelanggaran pidana.
Dia pun menilai bahwa aksi moderasi konten pada pengguna media sosial merupakan langkah baik. Meski begitu, kehadiran polisi virtual ini harus tetap memperhatikan sejumlah aspek dalam pelaksanaannya.
Baca Juga: Ingat! Polisi Internet Sudah Aktif Beroperasi, 3 Akun Medsos Langsung Disikat
Lebih lanjut, Novi menerangkan, aspek yang dimaksud mulai dari posisi, proses, transparansi, perlindungan data diri, hak pengguna digital hingga kolaborasi moderasi konten.
"Polisi virtual sebuah aksi memoderasi ini bagus. Namun, ada catatan bisa jaga netralitas, objektifitas, dan keadilan. Jangan terus interventif," kata dia melansir laman UGM sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Minggu (28/2/2021).
Dia mengaku belum mengetahui secara detail bagaimana polisi virtual bekerja dalam menjalankan pengawasan konten di dunia maya.
Namun, dia mengharapkan polisi virtual dalam tugasnya bisa netral dan berpihak untuk kepentingan umum, bukan industri, kelompok besar, maupun pemerintah.
Lalu, dalam proses pelacakan konten perlu disesuaikan dengan platform masing-masing media sosial.
"Penentuan sampel juga perlu diperhatikan apakah dengan sistem sampling atau sensus. Begitu pula dalam pelacakan akan dilakukan parsial atau pada seluruh konten," ujarnya.
Terkait transparansi, lanjut dia, polisi harus menyosialisasikan atau mengedukasi pengguna media, terkait seperti apa bentuk konten negatif atau mengarah pada tindak pidana.
"Pengguna media wajib diberitahu konten seperti apa yang dianggap negatif," jelas dia.
Baca Juga: Ini Cara Kerja Polisi Internet Pantau Medsos hingga Melibas Pelanggar UU ITE
Perlindungan Data Harus Diperhatikan
Selain itu, Novi juga menyoroti soal perlindungan data diri pengguna media sosial. Menurutnya, hal tersebut harus menjadi poin penting pada pelaksanaan polisi virtual.
Beberapa di antaranya, seperti data apa saja yang bisa dibuka, bagaimana jaminan perlindungan, dan mitigasi terhadap kebocoran data pribadi.
Dia pun meminta kepolisian untuk tetap memperhatikan hak digital pengguna media sosial untuk menyuarakan aspirasi.
Kehadiran polisi virtual diharapkan tak lantas mengekang masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya di media sosial.
"Modelnya ini kan sistem peringatan, apakah dalam prosesnya mendapatkan hak baik sebelum dan sesudah di monitor," ucap dia.
Terakhir yang tidak kalah penting, Novi menambahkan, yakni kolaborasi dalam melakukan moderasi konten di media sosial.
"Kolaborasi harus dilakukan bersama pakar terkait, tidak hanya menjadi tanggung jawab polisi virtual saja. Ini dilakukan agar literasi digital masyarakat meningkat," pungkas dia.
Baca Juga: Polisi Virtual di Kritik Pegiat HAM, Kebebasan Berpendapat Akan Semakin Terbatas?
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.