JAKARTA, KOMPAS.TV- Komisi X DPR RI minta Kemendikbud, Kemendagri, dan Kemenag menjelaskan secara detail aturan SKB 3 Menteri kepada pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Hal tersebut penting untuk menghindari multitafsir dari poin-poin yang diatur dalam SKB 3 Menteri menyoal seragam beratribut agama.
Demikian Anggota Komisi X DPR RI Andreas H Pareira mengatakan, Rabu (17/2/2021).
“Seharusnya Kementerian baik itu Kemendikbud, Kemenag, dan Kemendagri yang mengeluarkan peraturan tersebut, menjelaskan secara detail aturan tersebut kepada kepala daerah,” katanya.
Baca Juga: Anggota DPR Minta SKB 3 Menteri Soal Seragam Sekolah Dicabut: Aturan Ini Salah Kaprah
“Sehingga dengan demikian tidak terjadi penafsiran atau interprestasi yang menimbulkan multitafsir,” tambah Andreas H Pareira.
Andreas mengatakan, jika melihat dari peraturan SKB 3 Menteri poin pentingnya adalah penggunaan seragam sekolah dengan atribut keagamaan peserta didik. SKB 3 Menteri tersebut menekankan, tidak mewajibkan sekolah termasuk pemerintah daerah mengatur penggunaan seragam sekolah dengan atribut keagamaan.
Baca Juga: Politisi PPP: Sumbar Bukan Daerah Khusus, Harus Ikuti SKB 3 Menteri
“Nah otoritas penggunaan seragam sekolah dengan atribut keagamaan ada pada masing-masing individu, ada pada masing-masing peserta didik tenaga kependidikan atau para guru yang ada di lingkungan sekolah tersebut,” ujarnya.
“Sehingga dengan demikian pihak sekolah tidak perlu mengatur pemerintah daerah pun tidak perlu mengatur,” jelas Andreas.
SKB 3 Menteri menyoal seragam beratribut agama memang tidak mulus diterima untuk di jalankan di semua daerah. Wali Kota Pariaman Genius Umar menolak menerapkan aturan dalam SKB 3 Menteri tersebut.
Baca Juga: Wali Kota Pariaman Tolak Jalankan SKB 3 Menteri: Saya Tak Takut Disanksi, Ayo Kita Berdiskusi
Genius Umar menilai SKB 3 Menteri tidak sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional dalam pemahamannya. Genius pun terbuka untuk berdiskusi hingga menerima sanksi untuk pendapatnya yang menolak penerapan SKB 3 Menteri.
Menurutnya, setiap daerah memiliki kearifan lokal sendiri. Pariaman, kata Genius, mesyarakatnya homogen dengan mayoritas islam.
Dalam hal ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menegaskan penggunaan atribut keagamaan sebagai hak individu.
“Individu itu adalah guru, murid, dan tentunya orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” tegas Mendikbud Nadiem.
Baca Juga: Wali Kota Pariaman Tolak SKB 3 Menteri Soal Seragam Sekolah, Berikan 3 Alasan Ini
Sementara itu, Menag Yaqut Cholil Qoumas juga menuturkan bahwa lahirnya SKB 3 Menteri ditujukan agar umat beragama memahami ajara secara substantif, bukan simbolik.
“Memaksakan atribut agama tertentu kepada yang berbeda agama, saya kira itu bagian dari pemahaman (agama) yang hanya simbolik. Kami ingin mendorong semua pihak memahami agama secara substantif,” ujar Yaqut.
SKB Menteri menyoal seragam beratribut agama muncul setelah ada kasus siswa di Padang, Sumatera Barat, yang diwajibkan menggunakan seragam beratribut agama. Siswa tersebut menolak, karena atribut keagamaan yang diwajibkan sekolah tidak sesuai dengan keyakinan yang dipeluknya.
Baca Juga: Terbit SKB 3 Menteri Soal Seragam Sekolah, Tak Ada Kewajiban atau Larangan Atribut Keagamaan
Kasus ini sempat viral dan memenuhi ruang publik hingga menjadi perdebatan. Bahkan, Menko Polhukam Mahfud MD merespons dengan sejarah peristiwa pada akhir 1970 sampai dengan 1980. Saat itu, kata Mahfud, anak-anak sekolah dilarang pakai jilbab dan kemudian ada protes keras ke Depdikbud.
Menyikapi kejadian siswi nonmuslim di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat, yang menolak menggunakan jilbab sebagai aturan sekolah. Mahfud berpendapat, sebaiknya tidak ada atribut keagamaan yang dipaksakan kepada murid-murid.
“Setelah sekarang memakai jilbab dan busana muslim dibolehkan dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah,” jelasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.