JAKARTA, KOMPAS.TV - PDI Perjuangan menyerahkan sepenuhnya kepada rakyat untuk menilai kebenaran di balik tuduhan Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah mengaku dizholimi oleh Megawati Soekarnoputri. Tapi, PDI Perjuangan yakin hanya kebenaran yang Berjaya.
Pernyataan itu disampaikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyikapi pernyataan yang diungkap Mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie.
“Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizolimi oleh Bu Mega ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzolimi dirinya sendiri demi politik pencitraan,” kata Hasto Kristiyanto kepada KompasTV, Rabu (17/2/2021).
Baca Juga: Marzuki Alie Sebut SBY Mengakui Sudah Buat Megawati Dua Kali Kecolongan di Pilpres
Hasto mengatakan, setiap kader PDI Perjuangan selalu diajarkan moralitas politik, yaitu satu kata dan perbuatan. Atas dasar itu, Hasto mengatakan apa yang disampaikan Marzuki Alie menjadi bukti bagaimana hukum moralitas sederhana dalam politik tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY.
“Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah “kecolongan dua kali” sebagai cermin moralitas tersebut,” ujarnya.
Hasto lebih lanjut teringat, sebuah kisah yang disampaikan oleh Prof DR Cornelis Lay (almarhum) sebelum Pak SBY ditetapkan sebagai Menko Polhukam pada Kabinet Gotong Royong. Saat itu diceritakan, kata Hasto, ada elit Partai yang mempertanyakan keterkaitan Pak SBY sebagai menantu Pak Sarwo Eddy dalam peristiwa 65 dan serangan kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996.
Baca Juga: Marzuki Alie Hubungi Langsung SBY, Terang-terangan Minta AHY Disanksi
“Namun sikap Megawati Soekarnoputri yang lebih mengedepankan rekonsiliasi nasional dan semangat persatuan lalu mengatakan, Saya mengangkat Pak SBY sebagai Menko Polhukam bukan karena menantu Pak Sarwo Edi. Saya mengangkat dia karena dia adalah TNI, Tentara Nasional Indonesia. Ada Indonesia dalam TNI sehingga saya tidak melihat dia menantu siapa. Kapan bangsa Indonesia ini maju kalau hanya melihat masa lalu. Mari kita melihat ke depan. Karena itulah menghujat Pak Harto pun saya larang. Saya tidak ingin bangsa Indonesia punya sejarah kelam, memuja Presiden ketika berkuasa, dan menghujatnya ketika tidak berkuasa,” ujar Hasto meniru Prof Connie berdasarkan pernyataan Megawati.
Atas dasar itu, Hasto menilai apa yang disampaikan Marzuki Ali bagian dari dialektika bagi kebenaran sejarah itu.
Baca Juga: Bukan Gibran, Ini Alasan PDI Perjuangan Tolak Revisi UU Pemilu
“Dengan pernyataan Pak Marzuki itu, saya juga menjadi paham, mengapa Blok Cepu yang merupakan wilayah kerja Pertamina, paska-pilpres 2004, lalu diberikan kepada Exxon Mobil. Nah kalau terhadap ini, rakyat dan bangsa Indonesia yang kecolongan” ujarnya.
Sebelumnya, Mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Marzuki Alie menguak kisah lama antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri. SBY, disebut Marzuki Alie mengakui kepada dirinya telah membuat Megawati Soekarnoputri dua kali kecolongan.
Pernyataan itu disampaikan SBY kepada Marzuki Alie dan disaksikan oleh Hadi Utomo di Hotel Sherraton Bandara Soekarno-Hatta pada 2004.
“Pak SBY menyampaikan Pak Marzuki, saya akan berpasangan dengan Pak JK (Jusuf Kalla -red), ini Bu Mega akan kecolongan dua kali ini. Artinya, kecolongan pertama dia (SBY -red) yang pindah, kecolongan 2 kali dia (SBY -red) ambil Pak JK (Jusuf Kalla -red). Pak Marzuki orang pertama yang saya kasih tahu,” cerita Marzuki Alie di YouTube Akbar Faizal Uncernsored yang dilihat KOMPAS.TV, Rabu (17/2/2021).
Selain itu, Marzuki Alie juga menilai SBY sebagai sosok yang tidak komitmen dalam menjalankan partai. Dalam cermat Marzuki, SBY pernah mengatakan saat Kongres Luar Biasa di Bali 2013 agar tidak dirinya lagi yang memimpin Partai Demokrat. Tetapi pernyataan SBY tidak berbanding lurus dengan realita.
Baca Juga: Politisi PDIP Sebut Risma Bisa Jadi Penantang Berat Anies di Pilkada DKI Jakarta
“Waktu dengar ceramah dia (SBY -red), waktu KLB di Bali 2013. Pak SBY menyampaikan pidato loh, dalam pidatonya menyebutkan, jangan saya lagi, Jangan SBY lagi, Jangan keluarga SBY. Artinya dia turun di sana untuk penyelamatan. Nah tetapi, artinya, agak mengagetkan begitu 2015 beliau (SBY -red) mau maju lagi. Pertama tidak sesuai dengan yang diucapkan, yang kedua ya boleh-boleh saja karena partai memang bermasalah. Kalau bicara komitmen, beliau berjanji loh untuk membangun partai ini menjadi partai kader,” terang Marzuki Alie.
Marzuki Alie mengatakan, dirinya hanya bisa menyikapi fakta SBY yang ingin kembali memimpin Partai Demokrat sebagai realita politik. Ia pun mundur dalam keinginnya menjadi pemimpin Partai Demokrat untuk menghidari konflik dan karena menghargai SBY.
“Saya menghargai beliau yang awalnya kita figurkan sebagai presiden, jadi bukan berarti berikutnya kita harus berkompetisi, saya nggak mau. Tentu ada waktu, untuk mengkoreksi keputusan beliau, manakala beliau tidak memenuhi komitmen menjadikan partai ini partai kader, partai yang dikelola modern dengan membangun sistem. Itu yang harus dilakukan. Tapi nyatanya, itu tidak dilakukan,” ujarnya.
Baca Juga: Soal Kucuran Dana Rp 9 Miliar untuk Museum SBY, Ini Penjelasan Demokrat
Lebih lanjut, Marzuki Alie juga mengkritisi soal anggapan kudeta dalam dugaan ambilalih kepemimpinan di Partai Demokrat. Marzuki Alie menuturkan, sepemahamannya, di dalam partai politik tidak ada penyebutan kudeta untuk mengambilalih kepemimpinan, yang ada Kongres Luar Biasa (KLB). Baginya, KLB yang dilakukan untuk menyelamatkan partai sah-sah saja dilakukan.
“Walaupun saat ini saya belum terlibat dalam konteks kudeta, kudeta itu nggak ada di dalam partai politik, yang ada KLB (Kongres Luar Biasa -red). Kalau memenuhi syarat, AD/ART, KLB bisa-bisa saja. Tahun 2013 SBY maju lewat KLB. KLB itu tidak diharamkan sepanjang dilakukan memenuhi persyaratan,” tutur Marzuki Alie.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.