“Tidak ada unsur mens rea atau niat jahat dari ibu Nuril saat merekam, karena itu adalah tindakan membela diri dari pelecehan seksual oleh atasannya,” kata SAFEnet, dikutip dari Antaranews.
3. Banyaknya Jumlah Korban
Sejak sah pada 2008, UU ITE ini telah memakan banyak korban. SAFEnet mencatat ada 323 kasus UU ITE sejak 2008 sampai April 2020.
“Spirit UU ITE seharusnya untuk menciptakan rasa aman bagi semua orang di media daring, tapi kini UU ITE banyak memakan korban. Pelapor punya power dan terlapor tidak punya kekuatan seperti orang awam juga aktivis, kata Treviliana Eka Putri, Manager Riset Center For Digital Society Fisipol UGM.
Aturan yang paling banyak digunakan dari UU ITE adalah aturan pencemaran nama baik dalam pasal Pasal 27. Aturan lainnya adalah terkait ujaran kebencian dalam pasal 28 UU ITE.
4. Pelapor Paling Banyak dari Kalangan Pejabat atau Intitusi Negara
Data SAFEnet juga memperlihatkan, pelapor yang menggunakan pasal UU ITE paling banyak berasal dari kalangan pejabat publik, instansi, atau aparat keamanan, yaitu 38%. Jumlah itu adalah persentase dari total 285 kasus sepanjang 2008-2019.
Warga awam (29%), kalangan profesi (27%), dan pengusaha (5%) adalah kelompok lain yang ikut menggunakan UU ITE.
Sementara, korban UU ITE banyak menjerat warga biasa. Pada 2019 saja, UU ITE menjerat 3 orang tenaga pendidikan, 5 orang aktivis, dan 7 orang jurnalis. Warga biasa (5 orang), artis (3 orang), dan media (1 kasus) juga menjadi korban UU ITE.
5. Revisi 2016 Setengah Hati
UU ITE sempat mengalami revisi pada 2016. Namun, beberapa kalangan masyarakat menilai revisi itu berjalan setengah hati.
“Perubahan yang dilakukan terkait UU ITE ini hanyalah melegitimasi kepentingan pemerintah agar sikap kritis masyarakat Indonesia dikekang dengan menambahkan kewenangan-kewenangan baru pemerintah. Semua revisi lebih banyak memberikan kewenangan-kewenangan baru kepada pemerintah," tulis ICJR dan LBH Pers dalam siaran pers, Kamis (27/10/2016).
ICJR dan LBH Pers menyoroti Pasal 27 ayat 3 yang mestinya dicabut. Menurut mereka, aturan baru soal cyberbullying dalam Pasal 29 berpotensi menjadi alat kriminalisasi baru.
“Revisi UU ITE justru melompat jauh, soalnya sampai saat ini Indonesia belum memiliki definisi hukum yang baku mengenai perundungan di dunia nyata, namun revisi UU ITE, malah memaksa memberikan pengertian baku mengenai perundungan di dunia maya,” kata ICJR dan LBH Pers.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.