JAKARTA, KOMPAS TV - Draf Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu diketahui masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas DPR RI tahun 2021.
Saat ini, draf Revisi UU Pemilu sudah diserahkan Komisi II DPR RI kepada Baleg DPR RI.
Baca Juga: AIMAN Eksklusif! - TNI, Pandemi, dan Isu PKI
Dalam draf revisi UU itu, disebutkan bahwa bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dilarang mencalonkan diri sebagai peserta pemilihan legislatif (Pileg), pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Aturan itu pun saat ini ditulis secara gamblang atau tersurat seperti larangan yang juga ditujukan kepada bekas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), bahwa keduanya sama-sama dilarang berpartisipasi sebagai peserta pemilu.
Sebelumnya, selama ini larangan bagi eks HTI tak pernah ditulis secara tersurat dalam UU Pemilu maupun UU Pilkada.
Baca Juga: Mantan Ketua MK: Beda dengan PKI, Menyebarkan Konten FPI Tidak Bisa Dipidana
Aturan soal peserta pemilu ini tertuang dalam Draf RUU Pemilu BAB I Peserta Pemilu yang mengatur persyaratan pencalonan.
Adapun aturan mengenai persyaratan pencalonan yang melarang eks anggota HTI mencalonkan diri sebagai presiden, wakil presiden, anggota legislatif, hingga kepala daerah, tertuang dalam Pasal 182 ayat (2) huruf jj.
"jj. bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)," demikian bunyi pasal tersebut.
Baca Juga: Menteri Tjahjo: ASN Dilarang Terlibat PKI, HTI atau FPI
Kemudian, di Pasal 182 ayat (2) huruf ii, bekas PKI atau orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKI juga dilarang mengikuti pilpres hingga pilkada.
"ii. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.3O.S/PKI," demikian pasal tersebut.
Selain itu, pada Pasal 311, Pasal 349, dan Pasal 357 di draf revisi UU Pemilu, juga mewajibkan para calon presiden dan calon kepala daerah melampirkan persyaratan administrasi berupa surat keterangan dari pihak kepolisian sebagai bukti tak terlibat organisasi HTI.
Baca Juga: Soal Larangan HTI di Pemilu, Junimart: Orang yang Tidak Dicabut Hak Politik, Berhak Ikut Pemilu
"Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dari kepolisian," bunyi pasal tersebut.
Seperti diketahui, pemerintah resmi membubarkan HTI dan dianggap sebagai organisasi terlarang pada 19 Juli 2017.
Status itu sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Baca Juga: Dibatalkan Sebagai Peserta Pilkada, Tim Pemenangan Eva-Dedy Buka Suara
Pencabutan badan hukum HTI merupakan tindak lanjut dari penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.