Dicky meyakini, sebenarnya jumlah yang ada tidak sedikit, kemungkinan ada lebih banyak kasus yang belum terdata, baik konfirmasi positif terinfeksi hingga kematian akibat infeksi virus SAR-CoV-2 penyebab Covid-19.
Hal itu karena masih banyak masyarakat yang terinfeksi tapi tidak melaporkan diri, memeriksakan diri atau tidak tahu bahwa dirinya sedang terinfeksi. Sehingga tidak tercatat.
Sebab tidak masuk dalam basis sistematika pengumpulan data resmi pemerintah, yaitu melalui ratusan pelayanan kesehatan.
"Dan ini yang sesungguhnya terjadi. Sudah pasti ada yang tidak dilaporkan (masyarakat). Pasti banyak ya. Jadi kita tidak bisa menunda-nunda lagi. Kalau kita masih menunda-nunda, ya kita mengabaikan hak kesehatan masyarakat," kata dia.
"Testing ini harus segera diperbaiki dari sisi kualitas dan kuantitas, patokannya sudah jelas apa yang disampaikan. Pemerintah, apalagi orang kementerian kesehatan tentu paham sekali, tapi sekarang tinggal komitmennya," lanjutnya.
Menurut dia, komitmen para pemimpin untuk menerapkan testing secara kualitas dan kuantitas yang benar, tentu harus tanpa distraksi dengan tujuan-tujuan lain, seperti ekonomi , politik, dan lain-lainnya.
"Selama itu masih terdistraksi, ya kita akan semakin jauh dari kata terkendali (pandemi Covid-19)," kata dia.
Dicky menegaskan, ancaman risiko tidak terkendalinya pandemi Covid -19 akibat intervensi dan sistematika testing yang tidak tepat, bukanlah sebuah ramalan.
"Itu adalah fakta-fakta sejarah pengendalian pandemi seperti itu dan yang saya sampaikan ini bukan teoritis, tapi berbasis pada apa yang sudah saya alami dari beberapa pengalaman langsung saya saat terlibat dalam pengendalian pandemi di Indonesia maupun pada level global, " ucap dia.
Baca Juga: Rencananya Doni Monardo Disuntik Vaksin Pekan Depan, tapi Keburu Positif Corona
Untuk diketahui, sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sistem pemeriksaan (testing) Covid-19 di Indonesia salah secara epidemiologi.
Hal itu berpengaruh terhadap jumlah kasus Covid-19 yang terus bertambah, meski jumlah testing disebut sudah melampaui target WHO.
"Testing, tracing, dan treatment ( 3T) serta isolasi bagaikan menambal ban bocor. Tapi kita kan tidak disiplin. Cara testing-nya kita salah," ujar Budi dikutip dari acara "Vaksin dan Kita" yang diselenggarakan Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jawa Barat, yang ditayangkan kanal YouTube PRMN SuCi, Jumat (22/1/2021).
"Testing-nya banyak tapi kok naik terus? Habis (yang) di-tes orang kayak saya, yang setiap kali mau ke Presiden dites, tadi malam, barusan saya di-swab. Sepekan saya bisa lima kali di-swab kalau masuk istana. Apakah benar (testing) seperti itu?" lanjutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.