Kompas TV nasional pro kontra

ICJR: Pemerintah Harus Tinjau Ulang Ketentuan Pidana bagi Penolakan Vaksinasi

Kompas.tv - 15 Januari 2021, 12:25 WIB
icjr-pemerintah-harus-tinjau-ulang-ketentuan-pidana-bagi-penolakan-vaksinasi
Tangkapan layar tayangan program Rosi: Vaknasi, Hak atau Kewajiban? Kamis (14/1/2021) (Sumber: Kompas TV)
Penulis : Gading Persada | Editor : Eddward S Kennedy

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pernyataan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej yang menyebut akan adanya sanksi pidana bagi orang yang menolak divaksin terus memunculkan polemik. 

Terkini Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dalam siaran pertanyaan meminta kepada Pemerintah Pusat dan Daerah untuk meninjau ulang ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi.

"Ketentuan pemidanaan mengenai suatu perbuatan, khususnya yang berskala nasional, idealnya ditentukan dari pemerintah pusat yang bertugas menentukan arah politik pidana, dengan kondisi ini maka kurang tepat penentuan sebuah perbuatan dipidana atau tidak di pemerintah daerah," tulis ICJR seperti dikutip Kompas.tv, Jumat (15/1/2021). 

ICJR pun mengambil contoh Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 tahun 2020.

Pada Pasal 30 ternyata sudah termuat ketentuan pidana berupa larangan orang dengan sengaja menolak untuk dilkukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19 dengan ganjaran pidana denda paling besar Rp5 juta.

Aturan ini juga terus dinyatakan oleh pimpinan daerah DKI Jakarta sebagai ancaman yang diberikan kepada setiap orang di DKI Jakarta yang berani untuk menolak vaksinasi.

Baca Juga: Mulai Vaksinasi Covid-19 di Jakarta, Anies: Protokol Kesehatan Harus Tetap Dijaga!

Di tataran pusat, 24 Desember 2020, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 juga telah menyatakan, pada prinsipnya pemberian sanksi pada orang yang menolak vaksin adalah kewenangan pemerintah daerah untuk merumuskan.

"ICJR mempertanyakan pernyataan ini dan urgensi pengaturan peraturan daerah yang memuat ancaman pidana bagi perbuatan menolak vaksin," tulis ICJR dalam rilisnya. 

Menurut IJCR, memang dimungkinkan bahwa Pemda dapat membuat Perda yang berisi muatan ketentuan pidana, namun hanya dapat menyertakan hukuman maksimal pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp50 juta.

Ketentuan pidana yang dapat diatur dalam Perda hanya lebih cenderung merupakan tindak pidana ringan dan hanya dapat memuat tindak pidana yang pada dasarnya berkaitan dengan administrasi ataupun tata kelola yang khas suatu pemerintah daerah.

Sedangkan perihal pemberian vaksin, seperti yang dijelaskan oleh Presiden adalah bagian dari respon nasional untuk mengatasi pandemi Covid-19.

ICR juga menyatakan, mereka yang menolak vaksin tidak dapat begitu saja dipidana, kecuali ada syarat tertentu. Misalnya, dalam hal ini adalah situasi pandemi yang darurat mensyarakatkan semua orang divaksin untuk mencapai tujuan herd immunity.

Dalam hal ini, pemerintah pusat juga harus menentukan dengan ajeg terlebih dahulu apakah perbuatan menolak vaksin dan sampai batas mana dapat benar-benar berdampak buruk yang mengakibatkan situasi darurat kesehatan. 

Baca Juga: Politikus PDIP Ribka Tjiptaning Tegas Tolak Vaksinasi: Mending Bayar Sanksi !

Hal ini sejalan dengan Pasal 93 UU Kekerantinaan Kesehatan Masyarakat yang menjelaskan bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan, sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta. 

Tak hanya itu, pemerintah pusat sebaiknya juga memperbarui Keputusan Presiden No 11 tahun 2020 tentang Penetapan Darurat Kesehatan Masyarakat Covid-19.

Baca Juga: Haruskah Penolak Vaksinasi Disanksi? ROSI (Bag 1)

Menurut IJCR, yang diperlukan adalah membangun sistem yang efektif bukan ancaman hukuman.

Misalnya, untuk menjamin kepatuhan vaksin terdapat insentif yang akan diberikan penanggungan biaya iuran BJPS selama beberapa bulan, jaminan akses layanan kesehatan, ataupun insentif untuk masuk dalam proses pendataan untuk bantuan sosial ataupun info bantuan lainnya.

"Pendekatan pidana selama ini terlihat masih belum konsisten karena kurangnya SDM penegakan hukum, hal ini dapat mengakibatkan ketidakpatuhan dari masyarakat itu sendiri karena penegakan hukum yang tidak konsisten tersebut," sebutnya

"Jangan sampai narasi ancaman penghukuman ini justru membelokkan fokus awal respon pandemi ini, bahwa negara harus menjamin semaksimal mungkin kesehatan masyarakat warga negara," pungkas ICJR. 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x