JAKARTA, KOMPAS.TV - Front Pembela Islam (FPI) menilai PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Gunung Mas telah salah alamat melayangkan somasi ke Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah Megamendung.
Menurut Koordinator Tim Advokasi Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah, Ichwanudin Tuankotta, seharusnya PTPN VIII melayangkan surat somasi kepada pihak penjual bukan ke pembeli lahan.
"Seharusnya pihak PTPN melakukan somasi kepada pihak penjual, karena merekalah yang sebetulnya menguntungkan diri sendiri dengan menjual lahan PTPN," kata Ichwanudin dalam pernyataannya kepada Jurnalis Kompas TV Gratia Adur dan Diana Valencia, Senin (28/12/2020).
Baca Juga: Komnas HAM Ungkap Temuan Soal Penembakan Anggota FPI
Ichwanudin mengaku telah menyertakan alasan itu dalam surat jawaban atas somasi yang diserahkan tim advokasi ke kantor pusat PTPN VIII di Bandung.
"Poin-poin yang termaktub dalam surat tersebut kita menyampaikan bahwa apa yang disampaikan oleh pihak PTPN melalui somasinya kita menganggap bahwa itu error in persona. Artinya salah dalam memberikan surat itu kepada kami selaku pembeli bahan tersebut," tuturnya.
Selain itu, dalam surat jawaban somasi tim advokasi juga menyampaikan penjelasan soal sertifikat hak guna usaha (SHGU).
Menurut tim advokasi, sesuai dengan pasal 34 huruf e Undang-Undang Pokok Agraria, sertifikat HGU akan terhapus dengan sendirinya jika telah menelantarkan lahan.
"Informasi yang kami dapatkan dari warga pada saat itu, penggarap, lahan sudah ditelantarkan 25 tahun lebih," katanya.
Karena telah dilantarkan, imbuh Ichwanudin, lahan kemudian digarap oleh warga. Hingga pada tahun 2012 dibeli oleh Habib Rizieq Shihab untuk kegunaan pondok pesantren.
Baca Juga: BPN: Tanah Ponpes Habib Rizieq di Megamendung Resmi Milik PTPN, FPI Harus Serahkan
Sebelumnya Habib Rizieq Shihab dalam tayangan Front TV memberikan penjelasan soal posisi tanah pesantren tersebut.
"Pesantren ini beberapa tahun mau diganggu. Mau diusir, mau ditutup dan sebar fitnah. Katanya pesantren nyerobot tanah negara," demikian penjelasan Rizieq.
Rizieq mengaku status tanah pesantren adalah HGU (Hak Guna Usaha) atas nama PTPN. "Itu betul, tidak kita pungkiri," jelasnya.
Namun, kata Rizieq, sudah 30 tahun tanah digarap masyarakat. Mereka bertani di sini.
"Saya perlu garis bawahi, ada Undang-undang Agraria. Di dalam UU Agraria, lahan kosong atau telantar yang digarap masyarakat lebih 20 tahun boleh buat sertifikat. Ini sudah lebih dari 30 tahun," jelas Rizieq yang kini jadi tersangka di Polda Metro jaya.
Rizieq juga menjelaskan dalam UU HGU, disebutkan sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang atau dibatalkan, kecuali lahan diterlantarkan oleh pemilik HGU atau pemilik HGU tidak menguasai secara fisik.
"HGU-nya PTPN betul.Tapi 30 tahun PTPN tidak berkebun lagi. Berarti HGU batal," tambahnya.
Baca Juga: Tak Relevan FPI Minta Ganti Rugi ke PTPN Soal Tanah Ponpes di Megamendung
Rizieq mengaku dia membayar tanah kepada para petani penggarap. "Saya bayar ke petani, bukan ngerampok. Kami bayarin. Ada yang punya satu hektare, dua hektare, setengah hektare," tambahnya.
Menurut Rizieq, para petani itu membawa surat. Kemudian KTP (Karta Tanda Penduduk) warga dikumpulkan, Setelah jual beli kemudian dilaporkan ke lurah, ke camat, bahkan sampai ke bupati dan gubernur.
"Apa penggarap itu perampok? Perampas? Saya beli dari petani. Saya beli pakai uang saya, uang keluarga, uang sahabat, termasuk uang titipan umat," katanya.
Rizieq juga menyebutkan bahwa dia punya target menguasai 100 hektare, dan 80 hektare untuk Markaz Syariah. "Tidak sejengkal tanah pun untuk saya," ujar Rizieq.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.