Selain selisih harga, Boyamin juga menyororoti buruknya kualitas bantuan seperti beras yang bau apek dan berwarna kuning atau hitam serta sarden ikan yang lebih banyak berisi air dan ikannya sedikit.
Boyamin juga meminta KPK mendalami informasi bahwa sistem pengadaan sembako bansos diduga dikerjakan oleh subkontraktor di mana pemborong yang ditunjuk memberikan pekerjaan kepada pihak lain dengan harga Rp210 ribu.
Dalam laporannya itu, Boyamin juga menyerahkan sejumlah bukti berupa sembako yang diterima yakni minyak goreng 2 liter, susu 400 gram, biskuit 600 gram, dua kaleng sarden 155 gram, dan beras 10 kilogram yang totalnya senilai Rp188 ribu.
Baca Juga: Tahun Depan Kemensos Ganti Bantuan Sembako Jadi BLT, Ini Alasannya
Ia menambahkan, KPK semestinya memahami suasana kebatinan masyarakat terkait kasus ini dengan mengenakan Pasal 2 Ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor yang memungkinkan hukuman mati.
"Kami dan masyarakat tidak puas jika hanya dikenakan pasal suap sebagaimana rumusan Pasal 5 dan Pasal 12 E (UU Pemberantasan Tipikor)," ujar Boyamin.
KPK menetapkan Juliari dan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap Bansos Covid-19.
Juliari diduga menerima suap sebesar Rp17 miliar yang diperoleh dari perusahaan rekanan yang menggarap proyek pengadaan dan penyaluran Bansos Covid-19.
Baca Juga: Risma Disebut Dapat Tawaran Jadi Menteri Sosial Menggantikan Juliari Batubara
Uang itu diduga merupakan bagian dari fee sebesar Rp10.000 per paket bantuan sosial dari nilai Rp300 ribu per paket yang ditetapkan oleh pihak pejabat pembuat komitmen pada Kementerian Sosial.
Selain Juliari, empat tersangka lain dalam kasus ini adalah Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.