JAKARTA, KOMPAS TV - Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla memberikan tanggapan soal kerumunan yang terjadi pada dua peristiwa yang berbeda.
Adapun peristiwa yang dimaksud yakni kerumunan terkait gelaran pemilihan kepala daerah atau Pilkada dengan kerumunan yang diciptakan pendukung pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab beberapa waktu lalu.
Menurut pria yang akrab disapa JK itu, dua kasus yang menimbulkan kerumunan tersebut tidak bisa dibandingkan.
Baca Juga: Mencemaskan! 68% Orang Tidak Tertarik Ikuti Kampanye Pilkada 2020 - ROSI
“Tidak bisa dibandingkan kerumunan Pilkada dengan kerumunan Habib Rizieq,” kata JK saat seperti dikutip dari Tribunnews.com pada Minggu (6/12/2020).
JK menjelaskan, jumlah kerumunan yang diciptakan simpatisan FPI beberapa waktu lalu, terutama saat kepulangan pemimpin mereka, Rizieq Shihab, merupakan di luar dugaan pemerintah.
“Memang jauh jumlahnya. Memang orang terkejut, kami terkejut, pemerintah juga tidak siap karena laporan intelijen yang memperkirakan ada 5000 sampai 6000 orang di airport, padahal berkali-kali lipat,” ujarnya.
Sementara terkait penyelenggaraan Pilkada berbeda. Sebab, kata JK, Pilkada sudah dipersiapkan secara matang oleh pemerintah.
Baca Juga: Ferdinand Hutahaean Siap Hadapi Putri Jusuf Kalla: Saya Juga Punya Hak untuk Melaporkan Balik
“Pilkada saya kira tidak seperti itu memang pada awalnya saja, pada saat pendaftaran di bulan Juli-Agustus lalu,” katanya.
Lebih lanjut, JK mengatakan, kasus Covid-19 di Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan negara lainnya yang memiliki penduduk ratusan juta seperti Amerika Serikat dan India.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan jumlah kasus Covid-19 meningkat di sejumlah negara, termasuk terkait faktor kedisiplinan masyarakat dan faktor kebijakan pemerintah.
Ia mengatakan puncak gelombang Covid-19 diperkirakan akan terjadi pada akhir tahun 2020 hingga awal 2021 sebelum akhirnya vaksin siap digunakan.
Baca Juga: Ada yang Halangi Proses Hukum Rizieq Shihab, Kapolri Idham Azis: Kita Sikat Semua
Menurut JK, vaksin bukanlah sebagai obat Covid-19. Namun, sebagai penjaga imunitas agar masyarakat tidak mudah tertular virus mematikan itu.
Oleh karena itu, ia kembali mengingatkan kepada masyarakat agar disiplin dalam melaksanakan 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Sedangkan pemerintah melakukan tracking, testing, dan tracing.
“Program 3M juga baru bisa dilaksanakan secara disiplin jika ada penerapan sanksinya. Dibutuhkan upaya aparat, tenaga kesehatan. Pemerintah harus berupaya, masyarakat juga harus berupaya,” katanya.
Sebagai Ketua organisasi Palang Merah Indonesia (PMI), JK mengatakan pihaknya tidak pernah putus asa dalam melakukan upaya edukasi ke masyarakat.
Baca Juga: Bupati Bogor Ade Yasin Siap Penuhi Pemeriksaan soal Kerumunan Rizieq Shihab di Megamendung
Menurutnya, hal ini perlu digencarkan karena jika tidak, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia bisa semakin meledak.
“Tidak hopeless, jika kami tidak membantu mungkin keadaan akan semakin memburuk. Kami merasa bertanggung jawab dan sudah berusaha maksimal untuk mengajak masyarakat,” katanya.
JK menambahkan untuk mencegah merebaknya kasus Covid-19, dibutuhkan peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam upaya penanganannya.
Selain itu, JK mengakui sempat ada ketidaksinkronan antara pusat dan daerah terkait data, namun perlahan mulai terjadi sinkronisasi.
Baca Juga: Cegah Kerumunan, FPI Minta Simpatisan Rizieq Shihab Tak Datangi Polda Metro Jaya
Itu karena banyak kepala daerah yang terjangkit Covid-19, bahkan beberapa di antaranya ada yang meninggal dunia.
“Sebelumnya memang banyak penafsiran dan langkah yang berbeda, tapi akhir tahun ini lumayan lah,” ujar JK.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.