JAKARTA, KOMPAS.TV-
Kebijakan Otonomi Khusus atau Otsus Papua merupakan wujud hadir dan seriusnya pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tanah mutiara hitam ini. Penerapan Otsus Papua dinilai juga menjadi solusi untuk memangkas perbedaan (gap) dari berbagai aspek, terkait kemajuan dengan daerah lain di Indonesia.
Dalam diskusi virtual (webinar) bertajuk "Otonomi Khusus dan Perjuangan Papua" para narasumber dengan berbagai latar belakang menyampaikan gagasan dan pandangan mereka, dengan pemantik diskusi Audrey Chandra, Selasa (10/11/2020).
Kewenangan Lebih Daerah
Dalam penerapannya., kebijakan Otsus Papua memberikan kewenangan lebih ke daerah. Hal ini dapat dimaknai bahwa dalam Otsus Papua ada penghormatan pada hak-hak dasar warga asli Papua.
Steve R.E. Mara, Ketua Pemuda Lira, Provinsi Papua, mengatakan, penerapan otsus Papua adalah dalam rangka mengejar ketertinggalan daerah itu, bila dibandingkan provinsi lain di Indonesia.
“Otsus merupakan kebijakan untuk sejahterakan Papua,” kata Steve Mara. Masyarakat asli Papua terlibat langsung mengawasi pelaksanaan kebijakan Otsus ini.
Bila Otsus memang bertujuan baik, Audrey pun menanyakan mengapa banyak demo dan kritik terkait berjalannya Otsus ini.
“Ada perbedaan perprektif antara pemerintah pusat dengan apa yang dipikirkan oleh sebagian kelompok masyarakat di Papua,” jelas Steve. Menurut pemerintah, Otsus diberikan sebagai peluang kepada masyarakat papua agar masyarakat Papua bisa sejahtera. Namun ketika itu sampai dan tidak dilaksanakan dengan baik, maka dapat dan bisa timbulkan terjadi polarisasi pandangan bahwa Otsus hanya membawa masalah bagi masyarakat Papua.
Dengan adanya UU No 21 Th 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, ada 4 kewenangan mendasar yaitu pengembangan Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi Kerakyatan dan Pembangunan Infrastruktur yang diberikan pemerintah Pusat kepada Papua.
Wajar bila ada kritik atau penolakan terkait kekurangan pada penerapan kebijakan Otsus Papua ini, karena itu semua tujuannya agar Otsus berjalan lebih baik lagi.
Ketua DPD Pemuda Mandala Trikora Provinsi Papua, Albert Ali Kabiay, mengatakan penerapan Otsus Papua menjadi antitesis di mana ketika orde baru semua kebijakan bersifat sentralistrik.
“Otsus penting bagi perkembanganan sumber daya manusia Papua, kesehatan, dan perkembangan ekonomi di Papua. Dengan kewenangan besar, seharusnya menjadi pijakan bagi orang asli Papua untuk mensejahterakan daerah dan masyarakat. Dana Otsus mesti digunakan secara baik untuk kepentingan masyarakat Papua,” tambah Albert.
Dana yang telah dikucurkan sudah mencapai Rp 127 triliun. Jika digunakan dengan bijak, dengan baik maka dana akan bermanfaat bagi perkembangan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lainnya.
Albert mengimbau para pemuda Papua agar mendorong Otsus semakin positif pelaksanannya. Para pemuda juga harus berpikir secara luas, tidak semata melihat satu sisi saja mengingat dampak positif otsus juga besar.
Terkait terbukanya pemerintah daerah, Albert juga mendorong Pemerintah Provinsi Papua agar ada transparansi terkait penggunaan dana Otsus. Berikut perbaikan dari sisi distribusi anggaran otsus di daerah mengingat untuk lokasi daerah pesisir dan pegunungan berbeda.
Sementara, Mathius Awoitauw, Bupati Jayapura menjelaskan, Otsus merupakan tindakan afirmatif pemerintah pusat untuk percepatan pembangunan di Papua. Apalagi, dari berbagai sektor, Papua masih tertinggal dari provinsi lain.
“Papua sampai sekarang masih kurang atau masih berada di bawah dari tingkat kemajuan di berbagai berbagai daerah,” kata Mathius. Otsus ini juga bisa dimaknai sebagai jalan tengah dari berbagai perdebatan mengenai Papua itu sendiri.
Pemda Jayapura berupaya agar dana Otsus bisa maksimal mendorong keterlibatan masyarakat untuk makin mandiri, berdaya, mampu memperkuat kebudayaan, tambah Mathius.
Audrey yang menyinggung arti Otsus bagi perempuan Papua, dijawab Dorince Mehue, Ketua PWKI Papua, bahwa UU Otsus ini penting dan bagus kehadirannya untuk memberikan kesejahteraan termasuk komponen perempuan dan anak-anak di dalamnya.
“ Dalam UU otsus 2001 ada pasal yang mengatur tentang bagaimana menegakkan HAM perempuan Papua di pasal 47. Di situ disebutkan bahwa pemerintah provinsi berkewajiban membina, melindungi hak-hak, dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan melakukan semua upaya untuk memposisikan perempuan sebagai mitra sejajar kaum laki-laki,” terang Dorince.
Namun, dalam kenyataannya, keberpihakan pada perempuan asli Papua masih kurang. Selama pelaksanaan otsus selama 20 tahun ini, pasal 47 tidak berdampak banyak bagi perempuan, tambah Dorince.
Krtik dan Harapan
Para narasumber sepakat tentang beberapa hal terkait Otsus Papua, diantara tentang transparansis dan perlu didkawalnya jalannya Otsus Papua oleh semua kalangan, baik dari masyarakat, pemerintah daerah, hingga DPRD.
Mathius Awoitauw mengatakan, bahwa keterlibatan masyarakat sangat penting dalam jalannya Otsus ini karena mendorong pemerintah provinsi untuk lebih terbuka, transparan, sekaligus mau berkolaborasi untuk mengevaluasi Otsus bersama-sama. Tidak jalan sendiri-sendiri. Otsus, kata Mathius, salah satu solusi, percepatan, untuk pemerataan, sekaligus jalan tengah. Mathius optimistis, Otsus Papua akan terus berlangsung hanya perlu evaluasi dan merupakan hal wajar agar pelaksanaan bisa lebih baik lagi.
Sementara, Ketua DPRD Kabupaten Mayerat, Provinsi Papua Barat Ferdinando Solossa menjelaskan, Proses pelaksanaan Otsus di Bumi Cenderawasih harus segera dievaluasi secara komperehensif oleh pemerintah provinsi dengan melibatkan pemerintah kabupaten/kota dan pimpinan anggota DPRD (kabupaten/kota), agar menjadi sebuah perbaikan ke depan untuk mengakomodir semua kebutuhan masyarakat Papua.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.