JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Indonesia butuh Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (UU Cipta Kerja). Alasannya, karena jutaan orang di Indonesia membutuhkan lapangan kerja setiap tahunnya.
Presiden Jokowi memaparkan alasan Indonesia membutuhkan UU Cipta Kerja ini dalam konferensi pers secara virtual dari Istana Bogor, Jumat (9/10/2020).
Penegasan Jokowi ini sudah disampaikan dalam rapat terbatas secara virtual tentang UU Cipta Kerja bersama jajaran pemerintah dan gubernur tadi pagi.
"Dalam rapat terbatas tersebut saya tegaskan mengapa kita membutuhkan UU Cipta Kerja," ungkap Jokowi.
Pertama, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda, yang masuk ke pasar kerja. Sehingga kebutuhan akan lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak.
"Apalagi di tengah pandemi. Terdapat 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19," kata Presiden.
Menurut Jokowi, sebanyak 87 persen dari total penduduk pekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, di mana 39 persen berpendidikan SD. Sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya.
"Jadi UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran."
Baca Juga: Presiden Jokowi: Isu Demo UU Cipta Kerja Banyak Tidak Benar
Kedua, UU Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat, khususnya usaha mikro kecil, untuk membuka usaha baru. "Regulasi yang tumpang tindih dan prosesdur yang rumit, dipangkas," kata Jokowi.
"Perizinan usaha untuk usaha mikro kecil tidak diperlukan lagi. Hanya pendaftaran saja. Sangat simpel."
Kemudian mengenai pembentukan perseroan terbatas (PT) juga akan dipermudah. Tidak ada lagi pembatasan modal minimum.
Pembentukan koperasi juga dipermudah. Syarat pendiriannya koperasi di UU Cipta Kerja hanya 9 orang saja. Dengan persyaratan ini, Jokowi berharap akan semakin banyak koperasi-koperasi di tanah air.
Mengenai usaha mikro kecil (UMK) yang bergerak di sektor makanan dan minuman, tidak lagi dibebani pembiayaan sertifikasi halal. "Sertifikasi halalnya dibiayai pemerintah. Artinya, gratis."
Begitu juga untuk pengajuan izin kapal penangkap ikan. Jika dulu pengajuan izin harus langsung ke Kementerian KKP, Kementerian Perhubungan, dan instansi-instansi lain, sekarang ini cukup di unit Kementerian KKP saja.
Ketiga, kata Jokowi, UU Cipta Kerja ini juga mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. "Ini jelas, dengan menyederhanakan dan memotong, mengintegrasikan ke dalam sistem perizinan secara elektronik, maka pungutan liar (pungli) dapat dihilangkan," tutur Jokowi.
Baca Juga: KSPSI: Ada 1 Kepentingan yang Menunggangi Demo Omnibus Law
Pasal-Pasal Kontroversial di Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja
Meski mendapat penolakan dari seluruh lapisan masyarakat, DPR bersama pemerintah tetap mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang pada Senin, 5 Oktober 2020.
Diketahui, UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya, mengatur mengenai ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Dilansir dari Kompas.com, beberapa pasal dalam Undang-undang Cipta Kerja Bab IV tentang Ketenagakerjaan dinilai bermasalah dan kontroversial. Itu di antaranya sebagai berikut:
Pasal 59
UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.
Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.
Pasal 79
Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.
Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kemudian, Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Baca Juga: Terkait Demo Rusuh di Indonesia, MUI Minta Jokowi Kendalikan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
UU Cipta Kerja juga mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.
Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.
Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.