JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj angkat bicara menanggapi disahkannya Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR pada Senin (5/10/2020).
Said Aqil menilai bahwa omnibus law cipta kerja sangat tidak seimbang karena hanya menguntungkan satu kelompok pengusaha saja, tanpa memperhatikan rakyat kecil.
“Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” tegas Kiai Said saat memberikan sambutan dalam Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta secara virtual, Rabu (7/10) pagi, sebagaimana dikutip dari website nu.or.id.
Baca Juga: Istana Tegaskan Tak Ada Opsi Perppu Batalkan Omnibus Law Cipta Kerja Meski Didemo Rakyat
Untuk itu, ia menyerukan bahwa warga NU harus punya sikap tegas dalam menilai UU Cipta Kerja yang kontroversi itu. Sikap itulah yang akan menemukan jalan keluar.
“Mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tawasuth (moderat). Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin. Terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan,” ujar Kiai Said.
Tidak hanya itu, ketum PBNU kelahiran Cirebon, 67 tahun yang lalu ini juga kecewa karena UU Cipta Kerja menganggap lembaga pendidikan layaknya perusahaan. Hal tersebut tentu tidak bisa dibenarkan.
“Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat. Tidak boleh mengorbankan rakyat kecil,” tegasnya dengan intonasi suara yang meninggi.
Kiai Said lantas kembali menekankan bahwa warga NU harus bersikap. Masyarakat butuh sikap kritis namun tetap dengan cara-cara elegan.
“Saya berharap NU nanti bersikap. Untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Dengan sikap kritis tapi elegan. Tidak boleh anarkis karena tidak ada gunanya itu,” katanya.
Baca Juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja di Yogyakarta, Massa Aksi: Kami Nyatakan Perang
Muhammadiyah Wait and See
Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan, Muhammadiyah: Kalau Keberatan, Lakukan Judicial Review ke MK
Hal senada juga disuarakan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu`ti mengungkapkan, pihaknya sejak awal telah meminta pihak DPR untuk menunda hal tersebut, bahkan membatalkan pembahasan RUU Omnibus Law.
Alasannya, lanjut Abdul Mu`ti, selain karena masih dalam situasi dan kondisi di tengah ancaman Covid-19, juga karena di dalam RUU itu banyak pasal yang kontroversial.
"RUU (kini UU) tidak mendapatkan tanggapan luas dari masyarakat, padahal seharusnya sesuai UU, setiap RUU harus mendapatkan masukan dari masyarakat," ujar Abdul MU`ti kepada Kompas.tv melalui keterangan tertulisnya, Rabu (7/10/2020).
Namun begitu, Abdul Mu`ti menjelaskan, ketika itu hingga saat ini DPR jalan terus, sampai akhirnya UU Omnibus tetap disahkan.
Baca Juga: Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan, Muhammadiyah: Kalau Keberatan, Lakukan Judicial Review ke MK
Abdul Mu`ti melanjutkan, memang usul Muhammadiyah dan beberapa organisasi yang mengelola pendidikan telah diakomodir oleh DPR.
Bahkan, sebanyak lima UU yang terkait dengan pendidikan sudah dikeluarkan dari Omnibus Cipta Kerja.
Tetapi, Abdul Mu`ti menegaskan, masih ada pasal terkait dengan perizinan yang masuk dalam Omnibus Cipta Kerja. Untuk persoalan ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Oleh karena itu, Abdul Mu`ti mengatakan, Muhammadiyah akan wait and see bagaimana isi Peraturan Pemerintah yang akan diterbitkan nanti.
Abdul Mu`ti meminta semua elemen masyarakat sebaiknya dapat menahan diri dan menerima keputusan DPR sebagai sebuah realitas politik.
"Kalau memang terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU, maka dapat melakukan judicial review. Demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru," kata Abdul Mu`ti menegaskan.
Baca Juga: Amankan Demo Tolak UU Cipta Kerja, Polri Kerahkan Ribuan Pasukan Brimob dari Luar Jawa
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.