Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mengatakan, ruang demokrasi yang disediakan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja hanya formalitas tanpa makna.
Ia menilai pelibatan publik sangat minim. Apalagi situasi pandemi Covid-19 membuat partisipasi masyarakat terbatas.
"Ruang-ruang yang terbuka hanya formalitas tanpa makna. Rapat-rapat yang disiarkan langsung hanya yang bersifat pemaparan, bukan pengambilan keputusan," kata Fajri.
Hal senada diungkapkan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti.
Baca Juga: Polri Kerahkan 2.500 Personel Brimob Amankan Demo Tolak UU Cipta Kerja di Jakarta
Ia mengatakan penyusunan undang-undang semestinya mempertimbangkan aspirasi publik.
Susi menilai DPR dan pemerintah terburu-buru menuntaskan penyusunan UU Cipta Kerja, bahkan penetapannya dilakukan jelang tengah malam.
Padahal, RUU Cipta Kerja sejak awal menuai banyak penolakan tetapi pembahasannya terus dikebut pemerintah dan DPR.
"Kenapa undang-undang cipta kerja yang prosedur dan materi muatannya sebagaimana tadi telah disampaikan banyak bermasalah harus terburu-buru disahkan bahkan sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri-menteri yang terhormat?" kata Susi, Rabu (7/10/2020).
Baca Juga: Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan, LP Ma'arif NU: Kami Sangat Kecewa Dibohongi DPR
Kini, tinggal menunggu Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menandatangani agar UU Cipta Kerja bisa segera diundangkan.
Jika Presiden Jokowi memutuskan untuk tidak menandatanganinya, maka setelah 30 hari sejak disahkan, maka secara otomatis undang-undang tersebut sudah mulai berlaku.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.