"Seharusnya mereka itu menjadi prajurit baret merah yang dicintai dan mencintai rakyat. Ini malah kejar-kejaran dengan mahasiswa. Apa itu," ungkap Agum menyatakan kekecewaannya. Jadi cara-cara seperti kemarin itu, mohon maaf ya, sebagai prajurit Baret Merah, saya sebagai mantan Danjen saya ingin koreksi, tidak seperti itu. Jangan terlalu murah meneriakkan Komando di tempat-tempat yang tidak tepat," katanya.
Apa yang terjadi?
Saya mendatangi Pangdam Jaya, Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman. Menurut Dudung, Para Purnawirawan yang tergabung dalam, tidak memiliki Izin.
"Izin untuk menggelar ziarah itu ditunjukkan ke Kemensos karena TMP Kalibata di bawah Kemensos, namun dari Kemensos tidak diizinkan dengan alasan karena Covid-19.
Selain itu, di luar dugaan ada sebagian yang memanfaatkan situasi untuk mendeklarasikan, untuk mendukung KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) dan menyinggung masalah kebijakan pemerintah saat ini," kata Dudung kepada saya.
Saya bertanya, isu PKI (Partai Komunis Indonesia), kepada Pangdam. Selama ini isu PKI kerap disuarakan terutama oleh kalangan Purnawirawan TNI. Tidak pernah pernyataan ini ditanyakan kepada Prajurit aktif. Saya bertanya pada pimpinan Militer Wilayah Jabodetabek tertinggi.
"Panglima, saya bertanya, apakah PKI itu masih ada?" kata saya.
Tidak ada!, Jawab Pangdam.
Lalu saya sambung, "bukankah Ideologi itu tidak pernah mati?"
Pangdam menjawab, "Jika ada komunisme atau militansinya (semangatnya), apakah ada buktinya? kan tidak!"
Saya lanjutkan bertanya, "artinya Anda berbeda pendapat dengan purnawirawan?"
Pangdam dengan singkat menjawab, "Purnawirawan yang mana? ada banyak purnawirawan, tentu tidak layak dikaitkan hanya dengan segelintir purnawirawan saja!"
Lepas dari perdebatan ada atau tidaknya PKI, kini. Memang memancing sejumlah pertanyaan. Jika memang ada, apakah laku?
Bukankah kini kapitalisme yang paling depan memimpin sendi - sendi kehidupan banyak negara di dunia. Kapitalisme berbasis kesempatan luas bagi individu dan punya konsekuensi kesenjangan yang tinggi antar masyarakat, sementara komunisme berbasis sama-rata, sama-rasa yang sentralistis berpusat pada militer dan Central Bureau alias Partai Komunis. Dua hal ini saja sudah bertentangan dengan kehendak zaman.
Dan mengapa isu ini, baru muncul pada 2015, setelah lama tak muncul?
Pertanyaan - pertanyaan yang mesti dijawab dengan pengetahuan plus kepala dingin. Bukan dengan data yang kebanyakan berbasis berita tak jelas apalagi hoaks dan menyebar ke ruang - ruang emosi pribadi!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!!!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.