7. Kabupaten Sintang
8. Kabupaten Sumbawa Barat
9. Kabupaten Bone Bolango
10.Kota Bandar Lampung
Indikator yang digunakan Bawaslu untuk mengukur Indeks Kerawanan Pemilu dalam aspek Covid-19, antara lain penyelenggara Pemilu terinfeksi Covid-19, lonjakan pasien terkonfirmasi positif Covid-19, lonjakan pasien Covid-19 yang meninggal dunia.
Kemudian juga masyarakat dan tokoh masyarakat yang menolak penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi, serta perubahan status wilayah terkait pandemi.
Rekomendasi Bawaslu untuk Penyelenggaraan Pilkada 2020 di Tengah Pandemi
Dengan banyaknya daerah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi sesuai Indeks Kerawanan Pemilu dalam aspek Covid-19, Bawaslu mengeluarkan rekomendasi.
"Pertama, penyelenggara pemilihan Pasangan Calon, tim kampanye dan pemilih harus selalu menerapkan Protokol Kesehatan secara ketat dalam melaksanakan dan mengikuti kampanye," kata Afifuddin.
Kemudian, penyelenggara pemilihan, pemerintah daerah dan satgas berkoordinasi secara berkelanjutan dalam keterbukaan informasi terkait pelaksanaan tahapan pemilihan dan perkembangan Covid-19 di setiap daerah.
Penegakan hukum dan penindakan atas Protokol Kesehatan oleh kepolisan dan Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 setempat.
Baca Juga: Pilkada di Tengah Pandemi, Keselamatan Rakyat atau Kepentingan Politik?
Pilkada 2020 Tidak Ditunda
Rapat kerja antara Komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, KPU, Bawaslu, dan DKPP, memutuskan Pilkada 2020 tidak ditunda.
Rapat kerja itu sendiri mengagendakan potens-potensi masalah yang mungkin terjadai dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Khususnya pelanggaran protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
"Komisi II DPR bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan Ketua DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia membacakan simpulan rapat, Senin (21/9/2020), dikutip dari Kompas.com.
Namun, Komisi II meminta agar penerapan protokol Covid-19 dilaksanakan secara konsisten dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas.
Komisi II juga meminta KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.
"Dalam rangka mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan terjadinya pelanggaran protokol kesehatan Covid-19, Komisi II DPR meminta KPU untuk segera merevisi PKPU Nomor 10/2020 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 6/2020," ujar dia.
Revisi PKPU ini diharapkan mengatur secara spesifik soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring. Selain itu, juga mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun dan alat pelindung diri (APD) lain sebagai media kampanye.
Kemudian, penegakan disiplin dan sanksi hukum tegas bagi pelanggar protokol Covid-19 sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan KUHP.
Komisi II meminta Kelompok Kerja yang dibentuk Bawaslu, KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Polri, Kejaksaan dan Satgas Covid-19, untuk memantau ketat tahapan pilkada yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa.
Misalnya, pada hari penetapan pasangan calon, pengundian nomor urut, kampanye, dan pemungutan dan penghitungan suara.
Selain itu, Komisi II meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu terus berkoordinasi dengan Satgas Penanganan Covid-19 untuk mendapatkan data terbaru mengenai zona-zona penularan Covid-19.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.