JAKARTA, KOMPAS.TV - Deklarator sekaligus Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), M. Din Syamsuddin balik menyinggung sejumlah pihak yang sempat menyindirnya karena mendeklarasikan KAMI.
"KAMI mengajukan pikiran-pikiran kritis dan korektif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945," kata Din Syamsuddin, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/8/2020).
Baca Juga: Disindir Megawati, KAMI Bantah Ingin Jadi Presiden: Itu Politik Rendah...
Din pun balik mempertanyakan, "Mengapa mereka tidak mau menanggapi isi tapi berkelit menyerang pribadi, dan mengalihkan opini?".
Ia juga menyarankan pihak-pihak yang mempertanyakan, menyindir, dan menyinggungnya agar seyogyanya menjawab berbagai hal berikut ini:
"Masih banyak pertanyaan substantif mendasar lagi, tapi sementara cukup dua itu," tutur Din.
"KAMI menanti tanggapan, bukan pengalihan. KAMI siap berdiskusi bahkan berdebat mengadu pikiran," imbuhnya.
Menurut Din, terhadap reaksi yang tidak substantif, baik dari para elit apalagi buzzer bayaran, KAMI tidak mau melayani.
Sebab, lanjut Din, hal demikian tidak mencerminkan kecerdasan kehidupan bangsa seperti amanat konstitusi.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyinggung deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang digagas Din Syamsudin Cs.
Baca Juga: Ini Saran Megawati untuk Penggagas KAMI
Megawati menilai kehadiran KAMI mengesankan banyak orang yang ingin menjadi presiden.
Menurutnya, dari pada membentuk organisasi, lebih baik membentuk atau mencari partai jika ingin mencalonkan diri sebagai Presiden.
Sebab, dalam aturan ketatanegaraan dan pemerintahan di Indonesia, seseorang harus mencari partai, dukungan dan usungan agar bisa maju di pilkada dan pemilu presiden.
“Saya mikir lah daripada bikin seperti begitu, kenapa enggak dari dulu cari partai,” ujar Megawati saat pembukaan program Sekolah Partai angkatan ke-2 secara virtual, Rabu (26/8/2020).
Lebih lanjut, Megawati mengakui ada jalur independen.
Namun jalur perseorangan ini hanya bisa dalam Pilkada.
Untuk Pilpres, UU Pemilu menyatakan bakal calon presiden harus mendapat tiket dari partai politik.
Menurut Megawati, calon independen yang maju di Pilkada harus membangun hubungan politik dengan partai yang ada di DPRD.
Sebab pemenang pemilu dari jalur independen tersebut tidak memiliki keterwakilan partai di parelemen.
“Berarti si kepala daerah nantinya takkan memiliki fraksi yang akan membela kebijakan-nya di parlemen setempat," kata Megawati, menegaskan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.