JAKARTA, KOMPAS.TV - Kebakaran di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menjadi perhatian masyarakat. Banyak yang mempertanyakan nasib berkas perkara yang ditangani Kejagung setelah kebakaran melalap Gedung Utama Korps Adhyaksa di Jakarta Selatan, pada Sabtu (22/8/2020) malam.
Namun, Kejagung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono memastikan bahwa seluruh berkas perkara yang ditangani pihaknya dalam keadaan aman.
Baca Juga: Pasca Kebakaran, Polisi Periksa 15 Saksi dan CCTV Gedung Kejaksaan Agung
Hal senada juga dikatakan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Dia memastikan keamanan berkas perkara tersebut, terutama terkait kasus menonjol yang ditangani Kejagung.
"Pemerintah memberikan jaminan sepenuhnya bahwa berkas-berkas perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung," kata Mahfud, dalam konferensi pers virtual, Minggu (23/8/2020).
"Di mana yang saat ini sangat menonjol ada dua perkara yaitu, kasus Djoko Tjandra yang melibatkan Jaksa Pinanagki dan kasus Jiwasraya itu data-datanya, berkas berkas perkaranya aman, 100 persen aman," ujar Mahfud MD.
Sementara mengutip Kompas.com, setidaknya terdapat tiga kasus menonjol yang ditangani Kejagung belakangan ini, termasuk dua yang disebut Mahfud MD. Berikut rangkumannya:
Baca Juga: Kebakaran Kejagung, Mahfud MD Jamin Berkas Perkara Djoko Tjandra dan Jiwasraya Aman
1. Kasus Jiwasraya
Kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah menjadi sorotan sejak akhir tahun 2019. Kerugian negara pada kasus ini berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah sebesar Rp 16,81 triliun.
Kejagung awalnya menetapkan enam tersangka, yaitu Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Kemudian, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.
Keenamnya kini telah berstatus terdakwa dan sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Selain dugaan tindak pidana korupsi, khusus terdakwa Heru Hidayat dan Benny Tjokro, keduanya juga didakwa dengan pasal terkait tindak pidana pencucian uang.
Setelah melakukan pengembangan, penyidik menetapkan 13 perusahaan manajemen investasi (MI) dan seorang pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai tersangka di kasus Jiwasraya jilid II.
Pejabat OJK yang menjadi tersangka adalah Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi.
Pada saat kejadian, Fakhri menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, pada periode Februari 2014-2017.
Lalu, 13 perusahaan MI yang dimaksud yaitu, PT DMI/PAC, PT OMI, PT PPI, PT MDI/MCM, PT PAM, PT MNCAM, PT MAM, PT GAPC, PT JCAM, PT PAAM, PT CC, PT TFII, dan PT SAM.
Ke-13 perusahaan tersebut juga dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang. Penyidik masih melakukan pengembangan untuk kasus Jiwasraya jilid II tersebut.
Baca Juga: Terkait Kasus Jiwasraya, Sinarmas Kembalikan Rp 77 Miliar
2. Jaksa Pinangki
Kasus berikutnya yang menjadi perhatian terkait polemik pelarian Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, narapidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali yang sempat buron selama 11 tahun.
Pada kasus ini, Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjadi sorotan karena pernah bertemu Djoko Tjandra saat masih buron di Malaysia.
Pinangki pun diperiksa Bidang Pengawasan Kejagung dan dijatuhi hukuman disiplin karena pergi ke luar negeri tanpa izin pimpinan sebanyak sembilan kali di tahun 2019.
Setelah itu, Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung menetapkan Pinangki sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait Djoko Tjandra.
Pinangki diduga menerima suap sekitar 500.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 7 miliar.
Ia kini telah ditahan dan diberhentikan sementara. Penyidik Kejagung pun masih mendalami kasus ini.
Baca Juga: Jaksa Pinangki dan Tahanan Lain Aman, Jaksa Agung: Proses Evakuasi Lihat Perkembangan
3. Dugaan Pemerasan Tiga Pejabat Kejari Inhu
Beberapa waktu lalu, mundurnya 63 kepala sekolah SMP negeri se-Kabupaten Inhu, Riau, ramai diperbincangkan.
Para kepala sekolah mengaku diperas oknum dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kejari Inhu) yang bekerja sama dengan LSM.
Kepala sekolah lalu mengundurkan diri karena tidak tahan mendapat tekanan dalam mengelola dana BOS.
Setelah ditelusuri oleh Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi Riau, enam pejabat Kejari Inhu dinyatakan terbukti melakukan perbuatan tercela terkait penyalahgunaan wewenang dan penerimaan pemberian yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan.
Keenamnya yakni Kepala Kejari Inhu Hayin Suhikto, Kasi Pidsus Kejari Inhu Ostar Al Pansri, Kasi Intelijen Kejari Inhu Bambang Dwi Saputra, Kasi Datun Kejari Inhu Berman Brananta.
Kemudian, Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Inhu Andy Sunartejo serta Kasubsi Barang Rampasan pada Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Inhu Rionald Feebri Rinando.
Tiga dari enam jaksa tersebut ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh Jampidsus Kejagung.
Ketiga tersangka terdiri dari, Hayin Suhikto, Ostar Al Pansri, dan Rionald Feebri Rinando.
Para tersangka diduga menerima uang total sebesar Rp 650 juta dari kepala sekolah terkait pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun 2019.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, ketiganya kini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung. Penyidikan terhadap kasus ini masih dilakukan oleh penyidik Kejagung.
Baca Juga: 3 Jaksa Terduga Pemeras 64 Kepsek di Riau Ditahan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.