Baca Juga: Bareskrim Buka Penyelidikan Kasus Baru Seputar Djoko Tjandra
Kasus pengalihan hak tagih Bank Bali bergulir pada tahun 1998. Kala itu Direktur Utama Bank Bali kala itu, Rudy Ramli, menjalin kerja sama dengan PT Era Giat Prima (EGP).
Di perusahaan tersebut Djoko Tjandra duduk selaku direktur dan Setya Novanto yang saat itu Bendahara Partai Golkar menjabat direktur utamanya.
Januari 1999, antara Rudy Ramli dan Era Giat menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih. Disebutkan, Era Giat bakal menerima fee yang besarnya setengah dari duit yang dapat ditagih.
Karena dinilai bermasalah, September 1999 Djoko Tjandra menjadi terdakwa. Namun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus bebas Djoko Tjandra karena perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana melainkan perdata.
Baca Juga: Bareskrim Polri Tetapkan 4 Tersangka Dugaan Suap Kasus Djoko Tjandra
Tahun 2001 MA menguatkan putusan PN Jaksel setelah Kejaksaan Agung mengaukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis bebas Djoko Tjandra.
Oktober 2008, Kejagung kembali mengajukan PK terkait kasus Djoko Tjandra. MA menerima PK Kejagung dan menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan membayar denda Rp15 juta terhadap Djoko Tjandra.
Tahun 2009 diketahui Djoko Tjandra keluar dari Indonesia ke Papua Nugini. Kejagung menetapkan Djoko Tjandra sebagai buronan.
11 tahun berlalu, Djoko Tjandra akhinya muncul dan mendaftarkan PK ke PN Jaksa. Pendafraran.
Baca Juga: Penangkapan Djoko Tjandra Justru Ungkap Fakta Lain, Ini Lengkapnya ... - AIMAN (Bag 2)
Di tengah kemunculan Djoko Tjandra ini terdapat kasus yang surat jalan palsu dan penghapusan red notice yang menyeret dua jenderal di Bareskrim Polri dan seorang Jaksa.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.