JAKARTA, KOMPAS.TV - Dokter spesialis kulit dan kelamin, Atika Damayanti menyatakan, deteksi dini dan penanganan cepat terhadap gejala Mpox atau cacar monyet (Mpox) dapat meningkatkan peluang kesembuhan penderita.
"Awareness kita bagus (terhadap Mpox), pencegahan di Indonesia juga cukup baik. Jadi alhamdulillah yang sudah terkonfirmasi Mpox 88 kasus semuanya sembuh," kata Atika dalam diskusi daring yang digelar Puskesmas Kramat Jati, Kamis.
Atika menjelaskan, luka-luka pada kulit akibat Mpox juga dapat sembuh sepenuhnya.
Sehingga masyarakat tidak perlu terlalu khawatir asalkan gejala dikenali lebih awal.
"Sehingga, tidak ada obat-obatan khusus yang diberikan kepada pasien penderita Mpox," katanya.
Perawatan yang diberikan bersifat suportif, hanya untuk meredakan gejala.
Misalnya, pasien yang mengalami demam akan diberikan obat penurun demam.
Sedangkan obat untuk meredakan rasa nyeri dan gatal diberikan sesuai dengan keluhan yang dialami.
Meskipun penyakit ini dapat sembuh, Atika mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada, terutama bagi kelompok yang rentan terhadap penularan.
Kelompok Lelaki Seks Lelaki (LSL) memiliki risiko yang sangat tinggi dalam penyebaran virus ini, karena Mpox mudah menular melalui kontak seksual yang erat.
Selain itu, kelompok biseksual juga perlu waspada karena mereka juga berisiko tinggi tertular Mpox melalui kontak seksual.
"Kelompok penderita autoimun yang imunnya nggak bagus, wanita hamil juga perlu waspada meskipun grup terbesar adalah LSL dan bisex," kata Atika dikutip dari Antara.
Baca Juga: WHO: Mayoritas Penderita Mpox alias Cacar Monyet dari Kelompok Gay, Utamakan Diberi Vaksin
Sebelumnya, pihak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melaporkan, hingga saat ini terdapat 88 kasus cacar monyet atau Mpox di Indonesia.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, cacar monyet dapat menular melalui beberapa cara.
Yakni kontak langsung, seperti bersentuhan, berhubungan seksual, atau berciuman dapat meningkatkan risiko penularan.
Nadia juga menjelaskan, penularan melalui droplet membutuhkan kontak erat yang berlangsung cukup lama.
Oleh karena itu, anggota keluarga yang tinggal serumah atau memiliki kontak erat dengan penderita berisiko lebih besar tertular.
"Bisa penularan melalui kontak langsung dengan cairan atau mukosa melalui bersentuhan langsung, berhubungan seksual, ciuman," kata Nadia kepada Kompas.com, Kamis (29/8/2024).
Sebagai informasi, vaksin Mpox yang kini digunakan di Indonesia telah mendapatkan izin resmi dari badan kesehatan dunia (WHO) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Pernyataan ini disampaikan oleh Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dalam upayanya meluruskan informasi yang salah terkait vaksin tersebut.
Belakangan, muncul klaim yang menyebut bahwa vaksin Mpox adalah vaksin eksperimental, serta ajakan kepada masyarakat untuk menolak vaksinasi tersebut.
Namun, dr. Syahril menegaskan, klaim tersebut tidak benar.
Ia menjelaskan bahwa vaksin Mpox telah melalui uji kelayakan dan tidak tergolong sebagai vaksin eksperimental.
Komnas KIPI juga aktif dalam mengawasi pelaksanaan vaksinasi ini.
Mereka memastikan pemberian vaksin Mpox aman dan efektif mencegah penyebaran virus Mpox (MPXV).
“Vaksin Mpox sudah menerima Emergency Use Listing (EUL) dari WHO dan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM, yang berarti vaksin ini boleh digunakan dalam kondisi darurat,” terang Syahril di Jakarta, Selasa (10/9/2024) dikutip dari laman resmi Sehat Negeriku.
Baca Juga: Kemenkes Sebut Vaksin MPOX di Indonesia Sudah Disetujui WHO dan BPOM
Sumber : Kompas TV, Antara, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.