JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus kekerasan yang dialami selebgram Cut Intan Nabila dari suaminya, Armor Toreador mengungkap lingkaran kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa banyak perempuan.
Cut Intan sendiri menutup rapat kekerasan demi kekerasan yang dialaminya dalam lima tahun usia pernikahannya.
”Selama ini saya bertahan karena anak, ini bukan pertama kalinya saya mengalami KDRT. Ada puluhan video lain yang saya simpan sebagai bukti, lima tahun sudah berumah tangga, banyak nama wanita mewarnai rumah tangga saya, beberapa bahkan teman saya.”
Baca Juga: Cut Intan Nabila, Kamu Nggak Sendirian! Partai Gerindra Siapkan Tim Hukum Prabowo Beri Pendampingan
Tak sedikit komentar di media sosial yang menyayangkan mengapa Intan, dan banyak perempuan lain yang menjadi korban KDRT, memilih untuk tetap bertahan dalam hubungan yang kasar (abusive).
Dikutip dari Womensaid.org, berikut adalah beberapa alasan mengapa seorang korban KDRT memilih untuk bertahan:
Bahaya dan takut
Salah satu alasan penting seorang perempuan memilih untuk bertahan adalah karena tahu akan berbahaya bagi mereka jika nekat pergi. Rasa takut tersebut adalah hal yang nyata. Ada berbagai kasus kekerasan yang terjadi setelah terjadinya perpisahan.
Isolasi
KDRT biasanya terjadi karena korban merasa terisolasi. Pelaku berupaya melemahkan hubungan korban dengan keluarga dan teman, sehingga sangat sulit baginya untuk mencari dukungan.
Pelaku sering kali berusaha mengurangi kontak pasangannya dengan dunia luar untuk mencegahnya menyadari bahwa perilaku pelaku merupakan tindakan kasar dan salah.
Isolasi menyebabkan perempuan menjadi sangat bergantung pada pasangannya yang suka mengontrol.
Merasa malu atau menyangkal
Dengan dalih KDRT adalah aib keluarga yang harus ditutup-tutupi dan tidak seharusnya dilaporkan atau diketahui orang lain, atau dengan alasan untuk melindungi anak, membuat kasus KDRT hanya sedikit yang muncul di permukaan.
Banyak pula pelaku KDRT adalah pria yang dihormati atau disukai di lingkungannya karena mereka manipulatif.
Hal ini membuat orang lain tidak menyadari pelecehan tersebut dan semakin mengisolasi korban. Pelaku sering kali meremehkan, menyangkal, atau menyalahkan korban atas kekerasan yang dilakukannya.
Korban mungkin merasa malu untuk mengungkapkan apa yang dialaminya atau mencari alasan untuk menutupi pelecehan tersebut.
Trauma dan kepercayaan diri rendah
Bayangkan jika kita setiap hari mendengar bahwa diri kita tidak berharga, hal ini tentu membuat kepercayaan diri rendah.
Para korban sering kali juga tak punya kebebasan untuk membuat keputusan. Korban dalam hubungan yang abusive juga mengalami trauma, sering kali disebut tidak becus sebagai istri dan ibu sehingga membutuhkan pasangannya.
Rasa takut yang dialami mereka konstan karena setiap hari harus hidup dengan teror.
Baca Juga: Psikolog Sesalkan Cut Intan Korban KDRT Tidak Speak Up sejak Lama: Suami Bisa Tertolong Atasi Amarah
Alasan praktis
Pelaku sering kali mengontrol seluruh aspek kehidupan korban, membuatnya tidak bisa mandiri. Dengan mengontrol akses pada finansial, korban pun merasa tidak berdaya dan tidak mampu menyokong hidupnya jika harus berpisah.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.