Kemudian, mereka bisa memilih opsi pace dan jarak tempuh yang diinginkan. Hanya saja, akun Strava yang digunakan untuk merekam data lari adalah milik El, selaku pemberi jasa.
Pembayaran baru dilakukan setelah pemesan menerima tangkapan layar data lari dari aplikasi Strava.
Jadi Sampingan
Diketahui, El kini masih berstatus mahasiswa dan menjadikan jasa joki Strava itu sebagai sampingan.
Ia mengaku sudah melakukan perjokian lari sejak tahun lalu, namun sifatnya masih sukarela.
"Kalau buka jasa ini baru kemarin, kalau yang dulu-dulu itu lebih ke jokiin temen yang emang butuh data lari buat di-report ke coach (pelatih) nya," katanya ketika dihubungi, Kamis (4/7/2024), dikutip dari Kompas.com.
"Ada juga yang pas race day ingin mendapatkan time/waktu finish yang bagus jadi aku bantu, imbuhnya.
Meskipun sedang marak, akan tetapi, El mengatakan bahwa peminat jasa Joki Strava belum begitu besar.
Namun, ia memutar otak untuk menawarkan jasa lain yang dianggp lebih menarik.
"Karena cuma sebatas data Strava gitu orang sebetulnya kurang tertarik. Aku sih rencananya juga mau jadi pacer (pengatur pace/kecepatan saat lari)," jelasnya.
Ide Joki Strava ini muncul lantaran El sendiri memang hobi berlatih lari. Bahkan, ia juga pernah menjuarai kompetisi lari. Skill ini lah yang kemudian ia monetisasi.
"Hitung-hitung daripada setiap hari latihan lari tapi enggak menghasilkan, jadi lebih baik sekalian latihan sekalian nambah pemasukan," ujarnya.
Menurut El, selama ia membuka jasa joki lari, kebanyakan pelanggannya adalah perempuan yang menargetkan pace di angka 7-8, serta jarak terjauh yang pernah ditempuh adalah 10 kilometer.
Terkait fenomena joki lari, El mengatakan bahwa jasa ini bisa membantu orang yang memang ingin mencapai target tertentu untuk tujuan khusus, namun kemampuannya belum ada. Sebab, tidak semua orang memiliki ketahanan fisik yang tangguh, meskipun lari dengan jarak tempuh pendek.
Demi Validasi di Media Sosial
Setelah viralnya Joki Strava di media sosial ini pun menuai beragam komentar dari warganet.
Beberapa warganet lain terlihat tertarik dengan menanyakan harga dan rute lari yang tersedia. Banyak warganet yang merasa lucu dengan adanya Joki Strava ini.
Namun, banyak juga warganet yang heran dan tak habis fikir dengan tren joki Strava ini, dengan menyebut "tren macam apa ini".
Baca Juga: Kompas Travel Fair 2024 Digelar September, Ada Tiket Pesawat Rp59 Ribu
Warganet lain berpendapat bahwa tren joki Strava ini ada karena olahraga hanya dilakukan karena ikut-ikutan alias FOMO (fear of missing out) dan dijadikan ajang mencari validasi atau pengakuan sosial.
"FOMO olahraga gapapa sih, mencari pengakuannya yang salah. Trendnya harusnya berhenti di pamer olahraganya, ga mesti ada kompetisi semu pake Strava ini," twit salah satu warganet di X.
Warganet lain menyebut, fenomena Joki Strava ini ada ketika orang mau kelihatan sehat dan kuat, tapi ingin instan dan tanpa proses.
Warganet lain menyebut olahraga itu mencari sehat dan paling nikmat jika dilakukan sendiri, bukan pakai Joki Strava untuk validasi dari orang lain di media sosial.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.