JAKARTA, KOMPAS.TV - Subkultur skinhead yang muncul pada akhir 1960-an di Inggris, telah menjadi fenomena yang menarik dalam sejarah budaya populer.
Dikenal dengan gaya berpakaian yang khas dan kesetiaannya pada musik seperti reggae, ska, dan punk rock, skinhead memiliki sejarah yang kompleks yang mencerminkan perubahan sosial dan politik pada masanya.
Subkultur skinhead memiliki akar yang dalam di kalangan warga kelas pekerja muda di Inggris pasca-Perang Dunia II.
"Tentang sejarah skinhead, flashback ke tahun 60-an di Inggris sono, booming ekonomi di Inggris. Pascaperang, anak muda lagi girang-girangnya. Wajib militer dicabut, budaya konsumerisme meningkat," kata wartawan musik Kompas TV, Abdul Rosyid atau yang akrab disapa Ocid, dalam podcast Skena-nya.
Baca Juga: Podcast Skena-nya: Sejarah Docmart, Sepatunya Anak Skena Musik
Karena budaya konsumerisme yang meningkat, investasi pun semakin banyak di Inggris. Akibatnya, bar-bar kecil di pinggir jalan digantikan oleh bar yang lebih besar. Minimarket yang sebelumnya mudah ditemui, perlahan hilang dan berganti supermarket.
"Inilah yang kemudian memunculkan perlawanan. Jadi anak-anak itu jadi muncul kebersamaan untuk melindungi diri, untuk ngejagain apa yang menjadi kepentingan kita bersama," jelas Ocid.
Muncul sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan sosial dan budaya, skinhead awalnya bukanlah gerakan politis, melainkan lebih merupakan pernyataan identitas dan gaya hidup.
Dilansir laman outonthefloor.co.uk, skinhead terinspirasi oleh budaya mod (modernist) dan pengaruh musik ska dan reggae yang dibawa oleh imigran Jamaika.
Pada awal 1970-an, subkultur skinhead mengalami perkembangan yang signifikan. Sebagian anggotanya tetap fokus pada musik dan budaya, sementara yang lain mulai terlibat dalam gerakan politik ekstrem, terutama di Inggris dengan munculnya gerakan sayap kanan seperti National Front.
Hal ini melahirkan stereotip negatif bahwa semua skinhead adalah rasis atau neonazi.
Dekade 1980-an menyaksikan kebangkitan kedua subkultur skinhead, baik di Amerika Serikat maupun di Eropa.
Baca Juga: Podcast Skena-nya: Kenapa Anak Skena Musik Suka Sepatu Docmart?
Subkultur ini semakin terfragmentasi, dengan berbagai kelompok politik yang berbeda, baik di sayap kanan maupun kiri spektrum politik.
Di tengah kontroversi politik, kelompok anti-rasis seperti SHARP (Skinheads Against Racial Prejudice) dan RASH (Red and Anarchist Skinheads) muncul untuk menegaskan nilai-nilai inklusif dan non-diskriminatif dari subkultur skinhead.
Meskipun terus menghadapi stereotip dan kontroversi, subkultur skinhead tetap bertahan hingga hari ini.
Evolusi terus terjadi, dengan banyak anggota subkultur ini yang mempertahankan nilai-nilai asli seperti solidaritas kelas pekerja dan kecintaan pada musik, sementara yang lain terlibat dalam berbagai gerakan politik atau sosial.
Dalam sejarahnya, skinhead telah mempengaruhi banyak aspek budaya populer, khususnya dalam musik dan mode.
Meskipun pernah dikaitkan dengan identitas politis yang kontroversial, subkultur ini pada intinya adalah tentang persaudaraan, kesetiaan pada musik, dan kebanggaan atas identitas kelas pekerja.
Upaya kelompok anti-rasis dalam subkultur ini telah membantu memperbaiki dan mempertahankan citra positif skinhead yang inklusif dan non-diskriminatif.
Ingin lebih tahu tentang dunia skena permusikan? Skena-nya adalah podcast terbaru dari Kompas TV yang khusus membahasa per-skena-an musik.
Podcast ini dibawakan oleh wartawan musik Kompas TV, Abdul Rosyid atau Ocid, dan musisi band Los Javanian, Rino Putama yang akrab disapa Onir.
Podcast Skena-nya ini live di TikTok Kompas TV setiap hari Rabu jam 19.00 WIB. Bagi anak skena musik yang tertarik untuk menyimak obrolan Ocid dan Onir, tonton langsung mereka di sini.
Baca Juga: Konser Nicki Minaj di Inggris Ditunda Usai Polisi Temukan Ganja
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.