JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus kematian perempuan di Sleman akibat suntik filler di payudara sebanyak 200cc silikon, Rabu (30/5/2024) menjadi pembelajaran terkait kehati-hatian dan mengenal lebih dulu metode perawatan kecantikan tersebut.
Perawatan filler menjadi salah satu prosedur kecantikan yang dilakukan banyak orang. Biasanya, filler digunakan untuk menyamarkan garis dan kerutan di wajah agar tampak lebih muda.
Namun, apa sebenarnya filler itu? Siapa yang bisa melakukannya, dan bisa bertahan berapa lama?
Menjawab pertanyaan tentang filler, berikut penjelasan dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik dr. Nurliati Sari Handini, SpBP-RE.
Baca Juga: Perempuan Tewas Usai Suntik Filler Payudara, Pemilik Salon Akui Tak Punya Izin Praktik Medis
1. Perawatan filler untuk apa?
Dokter yang akrab disapa Olly itu menerangkan, berdasarkan rekomendasi Food and Drug Administration (FDA) AS, dermal filler ditujukan untuk membantu mencapai tampilan lebih halus atau penuh pada area wajah.
Area wajah yang dapat diberikan perawatan dermal filler termasuk lipatan nasolabial (garis dari tepi hidung ke arah sudut mulut), kemudian di pipi, dagu, bibir, dan punggung tangan.
"Dermal filler tidak diperkenankan untuk digunakan pada area lain seperti payudara, bokong, tulang, tendon, ligamen, maupun otot," kata dokter Olly kepada Kompas.com.
Lebih lanjut, dokter yang bertugas di Primaya Evasari Hospital, Jakarta ini menyampaikan bahwa penggunaan dermal filler berbahan absorbable digunakan untuk memperbaiki kerutan wajah, menambah volume di area bibir, pipi, dagu, dan punggung tangan.
Perbaikan kondisi lipoatrophy pada area wajah, misalnya seperti yang dialami sebagian pasien HIV, dan perbaikan kontur wajah juga bisa dilakukan dengan dermal filler berbahan absorbable.
"Sementara itu, dermal filler berbahan nonabsorbable pada wajah hanya diizinkan digunakan pada lipatan nasolabial dan perbaikan scar bekas jerawat di area pipi," kata dia.
Durasi bertahannya dermal filler berbahan absorbable berkisar antara 6-24 bulan, tergantung dari bahan yang digunakan.
2. Siapa yang boleh difiller?
Dokter Olly menjelaskan, sesuai dengan pedoman FDA, kandidat yang diperbolehkan melakukan tindakan penyuntikan dermal filler adalah individu dewasa di atas usia 21 tahun.
Tindakan dermal filler pun tidak boleh sembarangan. Prosedur hanya bisa dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi di bidang ini, yakni dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik dan dokter lain yang memiliki kompetensi tambahan di bidang estetik.
3. Apa kandungan dalam filler dan efek sampingnya?
Kandungan dermal filler bervariasi dan digunakan sesuai indikasi. Ada beberapa bahan dermal filler yang digunakan dan mendapat persetujuan FDA, yakni:
Dermal filler berbahan nonabsorbable, yaitu polymethylmethacrylate (PMMA) merupakan satu-satunya bahan nonabsorbable yang disetujui FDA.
Preparat PMMA dibuat dalam bentuk suspensi dengan kombinasi kolagen. "Pada beberapa produk, bahan dermal filler juga mengandung lidocaine untuk mengurangi nyeri atau rasa tidak nyaman saat tindakan penyuntikan," kata Olly.
4. Apa efek samping filler?
Efek samping setelah penyuntikan dermal filler beragam. Umumnya, pasien dapat mengalami memar, kemerahan, bengkak, dan nyeri.
"Pada beberapa kasus, dapat terjadi reaksi alergi, benjolan (nodul), granuloma, infeksi," kata dia.
Tanda klinis infeksi yang mungkin terjadi antara lain kemerahan, nyeri, bengkak, terdapat kumpulan nanah di bawah permukaan kulit, dan dapat disertai dengan demam. Jika hal ini terjadi, Olly menyarankan untuk segera konsultasikan kembali kepada dokter operator yang kompeten untuk dilakukan evaluasi dan penanganan lanjutan.
"Untuk menangani infeksi, diperlukan kombinasi pemberian medikamentosa atau obat (antibiotik dan pereda nyeri) serta tindakan lanjutan, yaitu evakuasi dan pembersihan (debridement)," ujarnya.
Penanganan lanjutan berupa pemberian obat dan tindakan lanjutan (pembedahan) akan disesuaikan untuk tiap kondisi yang dialami pasien.
Dia menambahkan, ada juga laporan kasus pascapenyuntikan dermal filler yang mengalami tampilan asimetris dan warna kebiruan transparan ketika terpapar sinar matahari.
Selain itu, efek samping yang mungkin terjadi bila bahan dermal filler secara tidak sengaja masuk ke dalam aliran pembuluh darah dan mengakibatkan sumbatan adalah nekrosis atau kematian jaringan dan gangguan penglihatan hingga kebutaan.
"Jika hal ini terjadi, diperlukan penanganan medis segera," ujarnya.
5. Apakah filler sama dengan botox?
Olly menjelaskan, dermal filler memberikan efek penambahan volume pada area wajah dan memberi kesan tampilan lebih halus atau penuh pada wajah.
Perawatan ini sangat berbeda dengan botox atau yang disebut dalam bahasa medis dengan toksin botulinum.
"Toksin botulinum adalah suatu agen penghambat neuromuskular yang dalam kisaran dosis tertentu akan memberi efek merelaksasi atau melemahkan otot," ujarnya.
Dalam penyuntikan toksin botulinum di area wajah, kata Olly, harus dilakukan dengan cermat. Baik itu dalam menentukan dosis yang sesuai dan lokasi penyuntikan yang tepat.
Baca Juga: Mengenal Baby Botox, Perawatan Kulit yang Populer di kalangan Gen Z
"Oleh karena perbedaan mekanisme kerja ini, dermal filler lebih sesuai untuk memperbaiki kondisi kerutan statis pada wajah, sedangkan toksin botulinum (botoks) lebih ditujukan untuk kerutan dinamis yang diakibatkan oleh kontraksi otot wajah (kerutan yang terlihat saat melakukan ekspresi wajah)," kata dia.
Toksin botulinum tidak hanya digunakan untuk indikasi estetik, tetapi juga kasus-kasus medis lain seperti hiperhidrosis (keringat berlebih) pada area ketiak, strabismus, migrain kronik, spastisitas otot.
"Masing-masing indikasi kasus medis harus ditangani oleh dokter yang kompeten di bidang tersebut untuk memastikan kesesuaian dosis dan ketepatan lokasi penyuntikan," tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.