Fase kritis DBD merupakan periode yang dapat berpotensi mengancam nyawa penderita karena terjadi penurunan jumlah trombosit dalam darah, yang dapat menyebabkan perdarahan serius.
Gejalanya meliputi peningkatan hematokrit, perdarahan pada gusi, hidung, atau kulit, serta dapat berkembang menjadi komplikasi yang lebih serius seperti syok dengue atau gagal organ.
Baca Juga: Dinkes Gunungkidul: 2 Anak Meninggal karena DBD
Fase ini biasanya terjadi setelah fase demam tinggi dan bisa berlangsung selama 1-2 hari. Penting untuk mendapatkan perawatan medis yang tepat selama fase kritis ini.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fase kritis DBD ditandai dengan penurunan demam dan munculnya bintik-bintik merah yang merupakan tanda pendarahan.
Gejala lainnya termasuk pusing atau mimisan. Ketika mencapai tahap kritis, penderita juga mungkin mengalami perdarahan dalam tinja atau fesesnya.
“Kalau tidak dikenali dan ditangani, bisa mengalami fatalitas (kematian) atau syok, sehingga perlu dibawa ke ICU,” tutur Dicky.
Umumnya, fase kritis juga ditandai dengan hilangnya nafsu makan dan minum, serta gejala mual dan muntah.
Pada tahap ini, penting untuk memastikan kebutuhan cairan penderita terpenuhi agar tidak terjadi dehidrasi dan risiko kematian.
Cairan dapat diberikan melalui minum air putih, minuman sehat, dan infus untuk memastikan kecukupan cairan dalam tubuh.
“Sudah luar biasa tidak enak (gejalanya). Kalau cairan tidak memadai, bisa fatal,” ujarnya.
“Umumnya tidak tertolong karena itu, terutama cairan. Tubuh memerlukan cairan yang tinggi saat itu, karena mengalami kebocoran di pembuluh darah,” ucap Dicky.
Setelah melewati fase kritis, penderita DBD akan masuk ke dalam fase pemulihan, yang ditandai dengan peningkatan denyut nadi, peningkatan kadar trombosit dalam darah, dan pemulihan nafsu makan.
Baca Juga: Kasus DBD Melonjak, 269 Orang Dirawat di Lebak Banten
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.