JAKARTA, KOMPAS. TV – Desti Puspita tak kuasa menahan air matanya saat mengunjungi makam putranya, Gibran Ahmad atau yang sering disapa Iban, bayi berusia 7 bulan yang meninggal dunia akibat mengalami kerusakan di paru-parunya.
Mei lalu, Iban sang putra bungsu meninggal setelah dinyatakan menderita pneumonia atau infeksi paru-paru. Iban yang belum genap berusia 1 tahun itu harus merasakan sakit akibat menjadi perokok pasif.
“Kangen bercanda sama Iban. Kangen nangisnya Iban. Udah enggak berusaha menangis, tapi Iban-nya kangen, dong,” ucap Desti terisak seraya menyeka air mata yang jatuh di pipinya.
“Jadi itu kayak terngiang-ngiangnya, Iban masih ada, masih ada suara nangisnya, masih ada suara ketawanya, masih denger. Tapi kok kayak enggak bisa peluk, enggak bisa ngelakuin hal-hal yang biasa aku lakuin sama Iban,” terangnya.
Ketika ditanya siapa yang paling ia persalahkan atas kematian Iban, Desti pun menjawab singkat, “Aku. Diri sendiri.”
Meski merasakan penyesalan dan menahan kerinduan serta rasa sesak di dada karena kehilangan buah hati tercintanya, Desti mau berbagi cerita tentang bagaimana Iban bisa menjadi korban karena asap mematikan dari rokok.
Desti mengungkapkan, suaminya adalah perokok berat. Adik dan kakaknya, yang tinggal serumah dengannya, tak luput dari candu batang rokok. Begitu dekatnya Iban dengan para pecandu rokok, sejak lahir, bayi malang itu sudah terpapar asap rokok dari bapak dan pamannya sendiri.
“Dia (Iban) itu kayak misalnya naik stroller, dia (suaminya) ngedorong stroller tapi tangannya tetep ngerokok,” tutur Desti.
“Iya (sedekat itu). Kayak misalnya di halaman teras, anak saya di stroller, suami saya lagi ngasih makan ayam, burung, ya sambil ngerokok aja gitu. Sebelah-sebelahan.”
Akibatnya, Iban, dengan ketahanan tubuh yang masih lemah, harus mengalami masalah pernapasan. Bahkan, di usia 14 hari, Iban sempat dibawa ke rumah sakit karena paru-parunya bermasalah.
“Harusnya kalau dirontgen itu (paru-parunya) hitam, tetapi anak aku udah putih. Jadi kayak abu-abu gitu,” kata Desti.
“Ditanya sih (sama dokter). ‘Di rumah ada yang ngerokok nggak, Bu? Ini anak belum bisa kayak kena polusi, kena asap rokok’. Gitu sih, mas,” tambahnya.
Baca Juga: Ternyata Paparan Asap Rokok Orang Tua Berpotensi Buat Anak Stunting, Ini Penjelasan dari Kemenkes
Setelah menjalani pemeriksaan di rumah sakit itu, dokter yang menangani menyatakan, butuh waktu dua bulan agar bayi malang itu bisa sembuh.
Namun, meski Iban sedang sakit karena masalah pernapasan, para perokok yang tinggal serumah dengannya, tetap tak berhenti membakar dan mengisap batang demi batang rokok.
Kondisi Iban pun semakin parah.
Puncaknya, saat perayaan Hari Raya Idul Fitri bulan April lalu, Iban bayi yang sedang lucu-lucunya, jadi pusat perhatian sanak famili yang datang berkunjung. Dari tangan ke tangan, Iban bergantian digendong oleh anggota keluarga besar Desti.
Padahal, saat menggendong Iban, mereka yang perokok, tetap sambil merokok. Namun, Desti sungkan menegur karena takut cekcok.
“Tapi akunya yang nggak bisa lebih tegas, lebih marah, padahal aku bisa melakukannya. Karena dia anak aku, dia hak aku. Misalnya ada orang yang ngerokok sambil gendong anakku, aku harusnya bisa ambil. Tapi aku nggak melakukan itu. Di situ kesalahan terbesar,” kata Desti dengan raut wajah penyesalan.
“Kenapa nggak dilakuin? Kenapa harus diem dengan alasan berantem? Dengan alasan ribut? Padahal harusnya anak tanggung jawab kita, hak kita. Harusnya kita melakukan apa aja, tapi aku nggak bisa melakukannya. Udah (terjadi) semuanya, sekarang hasilnya penyesalan aja, mas,” tutur dia.
Dengan masalah pernapasan yang semakin parah, Iban pun kian sering mengalami batuk, pilek dan sulit bernapas. Bahkan, Gibran harus menggunakan alat bantu napas nebulizer untuk melancarkan pernapasannya. Tapi lagi-lagi, para perokok yang berada di rumah Desti tetap dengan santainya mengisap rokok, kendati tahu bahwa Iban tengah menderita.
“Iya (tetap merokok). Padahal mereka lihat sendiri ya, anak aku tuh lagi diuap, lagi sesak, sampai nangis-nangis jejeritan karena diuap kan sakit hidungnya. Tapi mereka tetap ngelakuin hal yang sama,” ujar Desti.
Memasuki bulan Mei, kondisi Iban semakin memburuk. Bayi itu mengalami kejang dan demam tinggi. Saat tiba di rumah sakit, dokter menyatakan bahwa paru-paru Iban rusak.
“Langsung lemas,” kata Desti mengenai perasaanya saat tahu bayinya mengalami kerusakan paru-paru.
“Dan rontgen paru-paru Gibran, paru-paru yang pertama sudah nggak berfungsi. Sudah putih, sudah tidak bisa dipakai. Ya alias sudah rusak. Dan satunya lagi, bukannya sehat, paru-parunya sudah abu-abu.”
Baca Juga: Bisakah Virus Corona Tersebar Melalui Asap Rokok?
Desti kemudian menceritakan detik-detik Gibran meninggal dunia.
“Di hari pertama, sebelum masuk ICU. Jadi Gibran sesak nggak selesai-selesai, kejangnya nggak berhenti, akhirnya dokter bilang, 'mau nggak anaknya diintubasi dengan jantung dan paru-parunya diambil alih mesin',” terangnya.
Namun, malam itu rupanya jadi malam terakhir Desti melihat sang buah hati bernyawa. Keesokan harinya, Gibran meninggal dunia pada pukul enam pagi.
Kehilangan putra bungsunya dengan cara menyakitkan, Desti tak mau lagi kejadian buruk itu menimpa dua putranya yang lain. Ia pun bertekad untuk melindungi kakak-kakak Gibran dari paparan asap rokok dan berjanji berani bersikap lebih tegas demi kehidupan sehat anak-anaknya.
“Jadi gini, kalau misalnya ada yang ngerokok deket anak aku yang dua ini, aku kayak jadi marah. Kayak 'nggak cukup ya? Gibran ini udah nggak ada, trus mau anak satu lagi nggak ada? Mau anaknya satu lagi nggak ada?' Kayak gitu. Jadi kayak marah gitu kalau ada yang ngerokok di deket anakku," tutur Desti.
Persoalan perokok pasif masih menjadi hal problematik di Indonesia.
Hasil survei global penggunaan tembakau pada usia dewasa (Global Adults Tobacco Survey-GATS) yang dilakukan tahun 2021 dengan melibatkan sebanyak 9.156 responden, menunjukkan prevalensi perokok pasif tercatat 120 juta orang. Sebelumnya, pada tahun 2018, Data Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) menyebutkan ada 40 juta balita menjadi korban perokok pasif.
Sementara berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan terdapat lebih dari 1 miliar perokok di seluruh dunia pada tahun 2020. Dari angka itu, WHO juga melaporkan bahwa lebih dari 8 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat paparan asap rokok. Dari jumlah itu, 1,2 juta di antaranya adalah perokok pasif. WHO juga memaparkan, ada 65 ribu anak yang meninggal setiap tahunnya akibat asap rokok.
“Ketika orang terpapar asap rokok dari orang yang merokok, asap rokok yang dikeluarkan lebih banyak 85 persen daripada yang diisap masuk ke dalam tubuh. Jadi artinya, sebagian besar asap rokok itu yang juga mengandung zat berbahaya itu dipaparkan ke orang yang disekitarnya,” jelas Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari.
Baca Juga: Mengintip Kampung Bebas Asap Rokok
Bahaya rokok memang tidak bisa dinafikan lagi. Menjadi perokok aktif bagi orang dewasa saja sudah berbahaya, apalagi bagi anak yang menjadi perokok pasif. Dokter Spesialis Anak, dr Farabi El Fouz menjelaskan betapa berbahayanya anak menjadi perokok pasif.
“Anak itu, 'kaum yang tidak berdaya'. Mereka tidak mengerti bahwa itu berbahaya,” kata dr Farabi.
“Kalau di dalam asap rokok itu tidak ada bakteri, tetapi asap rokok bisa menyebabkan penurunan daya tubuh, menggangu organ tubuh, sehingga bakteri lebih mudah menjajah tubuhnya,” jelasnya.
Lebih dari itu, asap rokok juga meninggalkan residu yang berbahaya bagi tubuh manusia, terutama pada anak-anak. Meski asap rokok telah menghilang, residu akan yang menempel ke berbagai benda yang dilaluinya.
Pengalaman pahit tentang residu dari asap rokok ini pernah dialami oleh Destriana. Pada 2018 silam, ia sempat membuat unggahan mengenai anaknya, Aina, yang harus menderita sakit pernapasan. Aina terbaring lemah di rumah sakit akibar teracuni residu asap rokok yang diisap oleh bapaknya, yang menyebabkannya sulit untuk bernapas.
“Kata dokter itu, harusnya anak-anak umur enam bulan itu (kadar saturasi oksigen) di atas 90, anak saya itu cuma 63. Buat bernapas aja, dia harus berjuang. Napasnya itu udah pendek-pendek banget. Akhirnya harus dipasang selang oksigen segala macam, ya perawatan-perawatan standar, lah. Pasang infus. Langsung juga dipasang NGT (selang makan),” ceritanya.
Menurut dokter, Aina menderita bronkopneumonia, penyakit sjenis pneumonia yang menjadi penyebab radang paru-paru. Dalam kasus Aina, bronkopneumonia menyebabkan saluran dan kantung udara paru-paru Aina mengalami infeksi.
“Paru-parunya itu kemasukan bakteri. Jadi si penyakit ini ngegerogotin paru-paru, jadi kayak radang paru-paru. Paru-parunya luka, gitu,” ujar Destriana.
Dokter saat itu juga menjelaskan, bronkopneumonia yang diderita Aina berasal dari paparan asap rokok. Namun, Destriana membantah hal itu. Pasalnya, meski sang suami perokok, dia disebutnya tidak pernah merokok di dalam rumah.
“Asapnya itu nggak pernah masuk ke dalam rumah, saya bilang gitu. Kalau merokok itu di luar rumah dan jauh dari radius rumah. Terus dokternya bilang, 'dia habis ngerokok, mandi nggak? Emang harusnya mandi ya dok? Loh, harusnya mandi, Bu, karena asap rokok itu selain berbahaya, residunya juga bahaya. Pas lagi ngerokok, asapnya itu mengeluarkan racun, asapnya itu ngendap, Bu, ada residunya. Nah, residunya itu bertahan lama di baju, kulit, rambut',” terangnya.
Baca Juga: Hati-hati! Perokok Lebih Rentan Kena Virus Corona, Penularan Bisa Melalui Asap Rokok
Residu dalam asap rokok memang diketahui merupakan zat-zat yang sangat berbahaya seperti nikotin, sianida, arsenik, butana hingga timah hitam.
Destri pun bersyukur, nyawa Aina yang cepat mendapatkan pertolongan, bisa terselamatkan. Meski sudah sembuh, pengalaman pahit yang sempat diderita Aina membuat Destri mengalami trauma. Namun, hal itu rupanya tetap tidak bisa mengubah perilaku suaminya sebagai perokok.
“Masih, sih. Dia tetap masih ngerokok. Nggak belajar dari hal itu, Jadinya malah, justru si ayahnya ini ngejauhin anak-anak karena memang saya takut keulang lagi, kan. Jadinya, ayahnya ngebatasin diri juga buat gendong anak-anak,” ungkap Destri.
Selain berbahaya bagi anak-anak, paparan asap rokok juga menjadi salah satu penyebab kematian bayi di dalam kandungan. Paparan asap rokok yang dihirup sang ibu turut bisa menyebabkan cacat lahir bagi anak. Di Indonesia, lebih dari total setengah perempuan hamil mengaku pernah terpapar asap rokok.
Asap rokok yang sangat berbahaya bagi pernapasan juga menjadi penyebab munculnya penyakit lain seperti gangguan kecerdasan, infeksi telinga, leukemia, infeksi meningitis hingga limfoma.
“Salah satunya menjadi faktor penyebab risiko infeksi saluran pernapasan. Yang kedua, menjadi faktor risiko infeksi telinga dan juga rangsangan serangan asma yang mana bila derajat berat bisa mengancam kematian. Dan juga menjadi faktor risiko radang paru-paru atau pneumonia atau bisa juga penyakit bronkiolitis. Yang mana pada umumnya, pneumonia ini menjadi penyebab tersering kematian pada anak,” jelas dr. Farabi.
Undang Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 45 ayat 1, berbunyi Orang Tua dan Keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan Anak dan merawat Anak sejak dalam kandungan.
Sementara pasal 2 berbunyi, Dalam hal Orang Tua dan Keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memenuhinya.
Lantas bagaimana upaya pemerintah untuk melindungi anak dari paparan asap rokok?
“Kontribusi, harapan masyarakat melihat ini menjadi suatu kebutuhan masyarakat untuk anaknya tidak terpapar dengan rokok dan asap rokok, memang tidak bisa langsung dari pusat, itu ke keluarga-keluarga,” kata Plt Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa), Rini Handayani.
“Tapi bagaimana ini menjadi pentahelix, peran serta masyarakat juga harus kita tingkatkan. Jadi penyadaran, kita melibatkan PKK, kita melibatkan Satgas PPA, kita melibatkan juga PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat), ingin kita kuatkan," terang Rini.
#SuaraTakTerdengar
#AnakBebasRokok
Baca Juga: Desa Maro Sebo Bebas Asap Rokok
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.