JAKARTA, KOMPAS.TV - Tanggal 6 Juni diperingati sebagai Hari Hama Sedunia, juga dikenal sebagai Hari Kesadaran Hama Sedunia atau World Pest Day.
Hari Hama Sedunia adalah inisiatif dari Asosiasi Pengendalian Hama China. Diperingati setiap tahun untuk meningkatkan kesadaran tentang praktik pengelolaan hama yang efektif dan bagaimana praktik tersebut bermanfaat bagi kualitas kehidupan manusia dan tanaman.
Perlu diketahui, hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia.
Walaupun istilah "hama" dapat digunakan untuk semua organisme, tetapi istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan.
Sejak mengenal cara bercocok tanam, manusia telah menyadari bahwa tanaman sering mengalami gangguan alami yang bersifat menghambat, merusak, menghancurkan, atau menyebabkan kegagalan panen. Oleh karena itu, hama sudah menjadi menjadi masalah sejak pertanian ditemukan.
Dikutip dari National Today, pada 3000 SM di Mesir kuno, orang Mesir memperkenalkan kucing untuk mengelola populasi hewan pengerat di toko biji-bijian mereka.
Baca Juga: Kreatif! Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya Ciptakan Alat Pengusir Hama Padi
Mereka juga memperkenalkan luwak ke rumah-rumah untuk mengendalikan hewan pengerat seperti tikus dan ular.
Pada 2500 SM, Sumeria Mesopotamia mulai menggunakan senyawa belerang sebagai insektisida.
Pada 1200 SM, orang China menggunakan semut pemangsa untuk melawan hama seperti kumbang dan ulat untuk melindungi kebun jeruk. Mereka juga menggunakan insektisida nabati untuk merawat benih.
Pada 1700-an, dokter dari Jerman, Franz Ernst Brückmann, menemukan penangkap lalat mekanis untuk menangkap berbagai serangga.
Brückmann kemudian menemukan perangkap kutu, yang menjadi aksesori fesyen populer pada zaman Victoria.
Pada 1879, James M. Keep mematenkan perangkap tikus pertama yang mematikan, yang menggunakan satu set rahang besi tuang bermuatan pegas.
Insektisida kimia baru dikembangkan antara akhir 1800-an dan setelah Perang Dunia II, termasuk DDT, herbisida, organofosfat, dan hidrokarbon terklorinasi.
Selama era 1960-an, masyarakat menjadi sadar akan dampak berbahaya dari pestisida kimia terhadap lingkungan.
Meskipun pengendalian hama kimia masih menjadi metode utama untuk membasmi hama saat ini, orang mulai tertarik pada pengendalian hama tradisional dan alami.
Pada 6 Juni 2017, Asosiasi Pengendalian Hama China memelopori Hari Hama Sedunia yang pertama, bekerja sama dengan Federasi Asosiasi Manajer Hama Asia dan Oseania (FAOPMA), Asosiasi Pengelolaan Hama Nasional (NPMA), dan Konfederasi Asosiasi Pengelolaan Hama Eropa (CEPA).
Upacara pengukuhan diadakan di Hotel Beijing pada 6 Juni 2017, dengan 300 tamu undangan, termasuk anggota media, pemimpin industri, dan akademisi.
Pada tahun 2018, Hari Hama Dunia dirayakan pada tanggal 6 Juni di Portugal, selama KTT Global Layanan Manajemen Hama untuk Kesehatan Masyarakat dan Keamanan Pangan.
Baca Juga: Imbas Cuaca Tak Menentu, Belasan Hektar Tanaman Cabai di Karangasem Bali Gagal Panen!
Hari Hama Sedunia dirayakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat, pemerintah, dan media tentang peran penting organisasi pengendalian hama dalam melindungi kesehatan masyarakat.
2. Mempromosikan penggunaan manajemen hama profesional dengan cara yang ilmiah dan bertanggung jawab secara sosial.
3. Memperhatikan ancaman besar yang disebabkan oleh hama.
Dilansir laman pertanian.go.id, pengendalian hama dengan penyemprotan pestisida sudah tidak lagi dianjurkan setelah diketahui adanya dampak negatif bagi lingkungan.
Para ahli hama pun tidak lagi berkampanye untuk membesar-besarkan penggunaan racun pestisida.
Dengan lahirnya konsep pengendalian hama terpadu, FAO (Food and Africulture Organization), organisasi PBB yang membidangi makanan dan pertanian, menganjurkan agar penggunaan pestisida dijadikan alternatif terakhir.
Pengendalian hama tanpa pestisida bisa dilakukan dengan cara biologis yang lebih ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem.
Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami hama berupa predator, parasit, patogen dan musuh organisme sejenis.
Baca Juga: Kulit Pisang Ternyata Bisa Dimanfaatkan Jadi Pupuk Penyubur Tanaman, Ini Caranya
Musuh alami ini dapat mempengaruhi perkembangan populasi suatu hama dan dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama yang lazim disebut pengendalian hama secara biologis.
Hama tikus memiliki beberapa predator berupa binatang-binatang besar pemakan daging seperti ular sawah, burung hantu, kucing, elang dan anjing yang sudah dilatih.
Serangga dalam bentuk ulat memiliki musuh alami pemakan ulat terutama golongan burung-burung pemakan daging atau segala.
Sementara itu, hama serangga memiliki predator seperti katak sawah, katak pohon, cicak, kadal. Selain itu predator yang terdapat di alam ada juga yang termasuk golongan serangga itu sendiri seperti laba-laba, belalang sawah dan capung.
Sumber : National Today, pertanian.go.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.